Suara.com - Gelombang protes di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mencapai puncaknya.
Ribuan warga turun ke jalan menuntut Bupati Sudewo untuk lengser dari jabatannya.
Meskipun kebijakan kontroversial kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen telah dibatalkan, api amarah publik tak kunjung padam.
Kepercayaan telah terkikis, dan massa aksi menegaskan, "Kami tak mau jadi objek uji coba pemimpin".
Sudewo, di sisi lain, berdiri teguh.
Dengan alasan bahwa ia dipilih secara konstitusional oleh rakyat, ia menolak untuk mundur.
Sikap ini memantik pertanyaan besar: jika pintu pengunduran diri tertutup rapat, upaya apalagi yang bisa ditempuh warga dan DPRD untuk menjawab keresahan publik?
Jawabannya terletak pada jalan politik dan hukum yang panjang dan terjal.
Ironi Politik: Menang Pilkada 2024, Kini Didesak Mundur
Baca Juga: Mau Selesaikan Konflik? Pemda Pati Disarankan Jemput Bola Dengarkan Suara Rakyat
Sebelum membahas jalan pelengseran, penting untuk melihat konteksnya. Kemenangan Sudewo dalam Pilkada 2024 memberinya mandat yang sah secara demokrasi.
Argumennya bahwa ia "dipilih oleh rakyat secara konstitusional" adalah fakta yang tak terbantahkan.
Namun, politik adalah seni menjaga kepercayaan. Kebijakan PBB yang dinilai serampangan dan menantang warga untuk berdemo telah menguapkan kepercayaan itu dalam waktu singkat.
Kini, warga yang dulu memilihnya berbalik arah, menciptakan sebuah ironi politik yang tajam.
Mandat elektoral di atas kertas berhadapan langsung dengan legitimasi sosial yang runtuh di jalanan.
Situasi ini menjadi dasar bagi langkah-langkah selanjutnya yang kini ditempuh oleh para wakil rakyat di DPRD.
Gerakan Menuju Pelengseran: 3 Opsi Ini jadi Pilihan
Melengserkan seorang kepala daerah yang menolak mundur bukanlah perkara mudah.
Prosesnya diatur ketat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan aturan main tersebut dan dinamika politik yang ada, berikut adalah tiga upaya yang bisa dilakukan:
1. Tekanan Politik dan Sosial Berkelanjutan (The Power of People)
Ini adalah jalur yang sedang ditempuh warga.
Demo besar-besaran adalah bentuk paling nyata dari tekanan sosial.
Tujuannya bukan lagi sekadar membatalkan kebijakan, melainkan mendelegitimasi kepemimpinan Sudewo secara keseluruhan.
Tujuan: Menciptakan kondisi di mana bupati tidak bisa lagi memerintah secara efektif karena kehilangan kepercayaan publik dan dukungan politik.
Bagaimana Caranya? Aksi damai yang konsisten, kampanye di media sosial, dan penggalangan petisi dapat terus menjaga isu ini tetap panas.
Tekanan ini berfungsi sebagai "bahan bakar" bagi DPRD untuk berani mengambil langkah politik yang lebih tegas.
Efektivitas: Meskipun tidak secara langsung melengserkan, tekanan ini bisa memaksa seorang pemimpin untuk akhirnya mempertimbangkan opsi mundur demi stabilitas daerah, atau setidaknya membuat para politisi di DPRD tidak punya pilihan selain bertindak.
2. Hak Angket DPRD: Pintu Gerbang Menuju Mahkamah Agung
Inilah langkah formal yang telah diambil. DPRD Pati telah sepakat menggunakan Hak Angket dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kebijakan Bupati Sudewo.
Namun, ini baru langkah awal dari sebuah maraton hukum.
Apa itu Hak Angket? Ini adalah hak penyelidikan yang dimiliki DPRD untuk menginvestigasi kebijakan strategis kepala daerah yang dianggap berdampak luas dan bertentangan dengan peraturan.
Proses di DPRD: Untuk mengusulkan pemberhentian, DPRD harus menggelar rapat paripurna yang dihadiri oleh minimal 3/4 anggota, dan usulan tersebut harus disetujui oleh minimal 2/3 anggota yang hadir.
Ini adalah syarat mayoritas yang sangat tinggi dan membutuhkan soliditas politik luar biasa di internal DPRD.
Ujungnya di mana? Jika usulan pemberhentian disetujui, DPRD tidak bisa langsung memakzulkan. Mereka harus mengajukan "pendapat DPRD" ini ke Mahkamah Agung (MA).
3. Ujian di Mahkamah Agung (The Final Legal Boss)
Ini adalah babak penentuan yang paling krusial dan paling sulit.
Amarah publik dan keputusan politik DPRD akan diuji di bawah mikroskop hukum oleh Mahkamah Agung.
MA memiliki waktu 30 hari untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan apakah bupati terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran.
Pelanggaran yang dimaksud dalam UU Pemda antara lain: melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melakukan perbuatan tercela.
Tantangan Terbesar: Pertanyaannya, apakah kebijakan kenaikan PBB yang (meskipun sudah dibatalkan) bisa dikategorikan sebagai "pelanggaran sumpah janji jabatan" yang berat?
Tim hukum bupati pasti akan berargumen bahwa itu adalah diskresi kebijakan biasa, bukan pelanggaran hukum pidana atau sumpah jabatan. Di sinilah letak perdebatan hukum yang sengit.
Putusan Final: Jika MA memutuskan bupati terbukti bersalah, barulah DPRD bisa mengusulkan pemberhentian secara final kepada Menteri Dalam Negeri untuk dieksekusi.
Jika MA menolak, maka proses pemakzulan berhenti di situ.
Akankah Harapan Rakyat Terkabul?
Melihat rumitnya jalur hukum, harapan rakyat Pati agar Sudewo mundur menghadapi tanjakan yang sangat curam.
Proses pemakzulan dirancang untuk tidak mudah, guna menjaga stabilitas pemerintahan dan mencegah kepala daerah dijatuhkan hanya karena sentimen politik sesaat.
Namun, bukan berarti mustahil. Kombinasi tekanan massa yang tak henti-hentinya dengan keseriusan politik DPRD melalui Hak Angket menciptakan momentum yang kuat.
Jika Pansus DPRD dapat menemukan bukti-bukti kuat bahwa kebijakan tersebut bukan hanya keliru, tetapi juga melanggar prosedur atau undang-undang yang lebih tinggi, maka argumen di Mahkamah Agung akan menjadi lebih solid.
Pada akhirnya, nasib kepemimpinan Sudewo kini berada di persimpangan antara kekuatan tekanan publik yang masif dan labirin prosedur hukum yang ketat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Tolak Merger dengan Grab, Investor Kakap GoTo Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
Terkini
-
Bantah Bullying! Gubernur DKI Ungkap Motif Ledakan di SMAN 72: Ternyata Ini Pemicunya
-
Bukan HP Pribadi, Terungkap Alat Komunikasi Nikita Mirzani Saat Live dari Rutan Pondok Bambu
-
Kuasa Hukum Sebut Kasus Roy Suryo Cs Bukan Proses Hukum Murni: Ada Tangan-tangan Kekuasaan
-
Jadi Tersangka Ijazah Palsu Jokowi, Rismon Ancam Tuntut Polisi Rp126 Triliun, Apa Pemicunya?
-
Geger Ijazah Jokowi, Rismon Tantang Nyali Publik: Layak Disebut Bangsa Pengecut Jika Takut
-
Rismon Pamer Buku 'Wapres Tak Lulus SMA': Minta Versi Digitalnya Disebarluaskan Gratis!
-
Menteri PPPA Soroti Kasus Gus Elham: Sentuhannya ke Anak Perempuan Bukan Bentuk Kasih Sayang
-
Usai BPKAD, Giliran Dinas Pendidikan Riau Digeledah KPK, Dokumen Apa yang Dicari?
-
Singgung Angka Sakti Presiden, Roy Suryo Minta Prabowo Selamatkan 8 Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
-
Warga Sudah Resah dan Gelisah, PKS Minta Pramono Tak Gegabah Normalisasi Kali Krukut