Suara.com - Keputusan sejumlah partai politik untuk menonaktifkan anggotanya dari kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belakangan ini menuai sorotan tajam.
Setelah Partai Amanat Nasional (PAN) mencopot Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya), Partai NasDem juga mengambil langkah serupa dengan menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari periode 2024–2029.
Efektif mulai 1 September 2025, langkah ini diklaim sebagai respons atas pernyataan mereka yang dianggap melukai perasaan rakyat, terutama terkait isu kenaikan tunjangan anggota DPR.
Namun, di tengah gema langkah "tegas" ini, muncul suara kritis yang mempertanyakan efektivitasnya sebagai solusi substantif.
Prof. Musni Umar, Guru Besar Asia University, Malaysia, dalam seri dialog Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), menegaskan bahwa pemecatan anggota DPR bukanlah solusi sejati.
Ia menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi bangsa, namun melihat masalah ini sebagai manifestasi dari kegagalan sistemik yang telah berlangsung lama.
“Kita tentu sebagai bangsa sangat prihatin dengan kondisi kita. Tapi sebenarnya kita sudah lama tahu akan terjadi hal – hal diluar yang kita inginkan,” ujar Musni, dikutip dari youtube Hersubeno, Kamis (4/9/25).
Ia menambahkan, “Kenapa? Karena kita tahu, pemerintah kita itu 10 tahun yang lalu sampai sekarang tidak mengatasi, tidak memecahkan akar masalah.”
Menurut Musni, akar permasalahan yang tak kunjung teratasi di Indonesia adalah kemiskinan.
Baca Juga: Terima Massa yang Sampaikan 17+8 Tuntutan Rakyat, Andre Rosiade Sebut DPR Upayakan Semua Terpenuhi
Ia mengkritik data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut jumlah orang miskin tinggal 23 juta jiwa.
“Apa sebenarnya akar masalahnya? Ya kemiskinan. BPS kan mengatakan Kemiskinan tinggal 23 juta. Tapi dengan garis kemiskinan yang begitu rendah,” ucapnya.
Musni berargumen bahwa dengan perhitungan yang lebih realistis, “Jumlah orang miskin itu 194,7 juta orang. Jadi ini realitas Indonesia,” imbuhnya.
Melihat skala masalah kemiskinan yang masif, Musni menilai bahwa upaya memberhentikan anggota DPR seperti Uya Kuya, Eko Patrio, hingga Ahmad Sahroni sama sekali tidak relevan.
“Jadi nggak ada gunanya anda pecat yang Namanya Uya Kuya, Sahroni, dkk, itu tidak menyelesaikan masalah,” sebutnya.
Ia menegaskan bahwa inti masalah di Indonesia bukanlah DPR sebagai institusi, melainkan Partai Politik.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
Update Jalur Aceh: Geumpang-Pameu Akhirnya Tembus Mobil, Tapi Akses ke Kota Takengon Masih Lumpuh
-
Kejagung Siapkan Jurus Ekstradisi, 3 Buron Kakap Jurist Tan hingga Riza Chalid Siap Dijemput Paksa
-
Diduga Gelapkan Uang Ganti Rugi Rp5,9 M, Lurah Rawa Burung Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
-
Kementerian P2MI Paparkan Kemajuan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Hadapan Komite PBB
-
Penyakit Mulai Hantui Pengungsi Banjir Sumatra, Kemenkes Diminta Gerak Cepat
-
Soal DPR Lakukan Transformasi, Puan Maharani: Ini Niat Baik, Tapi Perlu Waktu, Tak Bisa Cepat
-
BGN Larang Ada Pemecatan Relawan di Dapur MBG Meski Jumlah Penerima Manfaat Berkurang
-
KPK Akui Sedang Lakukan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi di PT LEN Industri
-
KPK Periksa Lagi Bos Maktour Usai Penyidik Pulang dari Arab, Jadi Kunci Skandal Kuota Haji
-
Buntut Kayu Gelondongan di Banjir Sumatra, Puan Bicara Peluang Revisi UU Kehutanan