News / Nasional
Sabtu, 06 September 2025 | 21:34 WIB
PT Gudang Garam. [Dok. Antara]
Baca 10 detik
  • Video viral ribuan pekerja menangis usai PHK massal di PT Gudang Garam Tbk menimbulkan pertanyaan besar
  • Krisis Gudang Garam dipicu oleh kombinasi mematikan
  • Seperti di AS dan Eropa, industri rokok konvensional di Indonesia kini menghadapi ancaman eksistensial.
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Video viral yang menampilkan tangis ribuan "emak-emak" yang diduga korban PHK massal PT Gudang Garam Tbk lebih dari sekadar berita sedih.

Apakah benar situasi ini menjadi lonceng kematian yang berdentang kencang, sebuah sinyal bahwa era keemasan industri rokok kretek tradisional di Indonesia mungkin akan segera berakhir.

Krisis yang menghantam salah satu raksasa terbesar seperti Gudang Garam kini memicu pertanyaan fundamental yakni apakah ini hanya masalah satu perusahaan, atau ini adalah awal dari senja kala bagi seluruh industri yang pernah menjadi "Raja" di Indonesia?

1. Gudang Garam Sebagai Barometer Industri

Untuk memahami mengapa krisis ini begitu penting, kita harus melihat posisi Gudang Garam. Bersama merek rokok lainnya, Gudang Garam adalah salah satu dari "Tiga Besar" yang menguasai pasar rokok nasional.

Mereka adalah barometer, penanda kesehatan seluruh industri.

Ketika sebuah pilar sekuat Gudang Garam goyang dengan kekayaan bosnya yang amblas Rp 94 triliun dan terpaksa melakukan PHK massal, ini adalah pertanda bahwa seluruh "bangunan" industri sedang berada dalam bahaya.

Jika mereka saja bisa terhuyung-huyung, bagaimana nasib perusahaan rokok yang lebih kecil?

Produk rokok kretek dari industri rokok tanah air. [Suara.com/Adhitya Himawan]

2. Tiga penyebab yang bekerja serentak

Baca Juga: Hartanya Lenyap Rp 94 Triliun? Siapa Sebenarnya 'Raja Kretek' di Balik Gudang Garam

Kejatuhan ini bukanlah sebuah kebetulan. Industri kretek kini sedang dihantam oleh "tiga pembunuh" yang bekerja secara simultan, menciptakan badai sempurna mulai dari kebijakan pemerintah yang terus menaikkan tarif cukai secara agresif setiap tahun adalah pukulan paling telak.

Ini membuat harga rokok semakin mahal dan menekan margin keuntungan perusahaan hingga ke titik terendah.

Selain itu, kampanye anti-rokok yang semakin efektif dan meningkatnya kesadaran akan gaya hidup sehat telah berhasil menekan jumlah perokok pemula dan mengurangi konsumsi secara keseluruhan.

Ini adalah disrupsi paling mematikan. Munculnya rokok elektrik atau vape telah secara masif merebut pangsa pasar, terutama di kalangan generasi muda (Gen Z) yang menganggap kretek sebagai produk "kuno".

3. Belajar dari Sejarah di Negara Lain

Nasib yang menimpa industri kretek di Indonesia bukanlah hal baru di dunia. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan di Eropa, industri tembakau konvensional telah mengalami "senja kala" mereka beberapa dekade yang lalu.

Mereka dihantam oleh kombinasi yang sama yakni regulasi yang sangat ketat, tuntutan hukum bernilai miliaran dolar, dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Perusahaan-perusahaan raksasa di sana terpaksa beradaptasi dengan beralih ke produk tembakau alternatif atau bahkan bisnis di luar rokok. Apa yang terjadi di Indonesia saat ini seolah mengulang sejarah yang sama, meskipun dengan jeda waktu.

Ilustrasi foto pabrik Gudang Garam Kediri, Jawa Timur (Foto: Beritajatim)

Awal dari Sebuah Akhir?

Krisis di Gudang Garam adalah sebuah wake-up call.

Ini adalah pertanda bahwa industri yang selama ini menjadi salah satu penopang ekonomi dan penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia sedang menghadapi ancaman eksistensial.

Pertanyaannya bukan lagi "apakah" industri ini akan meredup, melainkan "kapan" dan "seberapa cepat".

Tangisan para pekerja di gerbang pabrik Gudang Garam mungkin bukan hanya tangisan untuk pekerjaan mereka yang hilang, tetapi juga tangisan perpisahan untuk sebuah era yang akan segera berakhir.

Menurut Anda, apakah industri rokok kretek masih memiliki masa depan di Indonesia, atau sudah saatnya kita mempersiapkan era pasca-tembakau?

Diskusikan di kolom komentar!

Load More