News / Nasional
Rabu, 10 September 2025 | 21:00 WIB
Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) mendatangi DPR RI, Rabu (10/9/2025), untuk menagih janji dan menyampaikan sejumlah keluhan yang tak kunjung terselesaikan. [Suara.com/Bagaskara Isdiansyah] 
Baca 10 detik
  • Aliansi ojol kembali mendatangi DPR untuk menagih janji potongan aplikator 10% dan jaminan sosial yang tak kunjung terealisasi.
  • Ojol bongkar dugaan praktik 'membeli order' atau 'bayar zona'.
  • Aplikator ojol tak memberikan jaminan pendapatan minimum.

Suara.com - Gelombang tuntutan dari para pengemudi ojek online (ojol) kembali menghantam DPR RI.

Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) mendatangi kompleks gedung parlemen di Senayan, untuk menagih janji dan menyampaikan sejumlah keluhan yang tak kunjung terselesaikan. 

Mereka diterima langsung oleh Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR, Ahmad Heryawan (Aher) dan Wakil Ketua BAM Adian Napitupulu.

Salah satu tuntutan utama yang disuarakan kembali adalah realisasi potongan aplikator sebesar 10 persen untuk pengemudi dan 90 persen untuk aplikator, yang hingga kini belum terealisasi. 

"Terkait potongan 10 persen ini masih juga belum direalisasikan," tegas Juru Bicara APOB, Yudy, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Ruang BAM DPR RI, Rabu (10/9/2025).

Tak hanya soal potongan, APOB juga menyoroti masalah jaminan sosial dan kesejahteraan.

Yudy menyinggung Keputusan Menteri Perhubungan (KP) Nomor 1001 Tahun 2022, yang seharusnya mengalokasikan potongan 5 persen dari aplikator untuk kesejahteraan mitra pengemudi, termasuk BPJS Ketenagakerjaan.

Namun, realitanya pengemudi harus membayar sendiri.

"Kami BPJSTK membayar sendiri. Dan itu 5 persen tersebut penggunaannya salah satunya bunyinya di KP 1001 ‘untuk asuransi tambahan’. Sama pak, barang itu tak kelihatan juga, asuransi tambahan," keluh Yudy.

Baca Juga: Klaim 'Blind Spot' Terbantah! Affan Kurniawan Bisa Terlihat dari Dalam Rantis Brimob

Aspirasi krusial lainnya adalah, jaminan argo atau pendapatan minimum bagi pengemudi.

APOB menuntut agar aplikator menjamin pendapatan pengemudi setidaknya Rp241.000 untuk 8 jam kerja online.

Jika pendapatan di bawah angka tersebut, aplikator diminta menanggung selisihnya.

Yang tak kalah mencengangkan adalah praktik 'bayar lebih' kepada aplikator agar pengemudi mendapatkan prioritas pesanan.

Yudy mencontohkan, pengemudi harus membayar minimal Rp3.000 untuk 1-2 pesanan, bahkan hingga Rp20.000 untuk prioritas di atas 10 pesanan. 

"Artinya member driver itu kalau mau dapet order beli sama perusahaan aplikasi," ungkap Yudy.

Selain itu, ada juga sistem slot zona, di mana pengemudi harus membayar sekitar Rp3.000 per sesi untuk bisa mendapatkan pesanan di area tertentu, terlepas dari ada tidaknya pesanan. 

"Satu hari ada 8 sesi pak. Cuma bedanya slot ini, kita dapet order enggak dapet order harus bayar Rp3.000. Jadi di sini sudah terjadi diskriminasi," jelas Yudy. 

Ia menambahkan, konsekuensi tidak mengikuti program ini adalah minimnya pesanan atau "order anyep.".

APOB juga menyuarakan aspirasi pendelegasian tata kelola transportasi online ke pemerintah daerah, yang selama ini terpusat di Kementerian Perhubungan.

Load More