News / Nasional
Senin, 15 September 2025 | 14:48 WIB
Kolase foto Wapres Gibran dengan Roy Suryo. (Ist)
Baca 10 detik
  • Roy Suryo secara spesifik menyoroti empat kejanggalan pada riwayat pendidikan Gibran
  • Roy Suryo menggunakan istilah "dagelan Srimulat" terkait polemik ijazah Gibran
  • Polemik yang diangkat Roy Suryo ini memiliki relevansi hukum yang kuat
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Legitimasi pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali diguncang isu tak sedap. Setelah sebelumnya menyoroti ijazah Presiden Joko Widodo, pakar telematika Roy Suryo kini mengarahkan sorotan tajamnya pada riwayat pendidikan sang putra sulung.

Dalam sebuah wawancara eksklusif, Roy Suryo tanpa tedeng aling-aling membeberkan sejumlah kejanggalan yang ia anggap sangat serius dan bahkan menyebutnya mirip sebuah lelucon.

Kritik pedas ini dilontarkan Roy Suryo dalam acara di Kompas TV, Sabtu (13/9/2025), di mana ia secara sistematis mempertanyakan keabsahan ijazah tingkat SMA dan pendidikan tinggi yang pernah ditempuh Gibran di luar negeri.

Menurutnya, ada empat titik krusial yang membuat riwayat pendidikan sang wakil presiden patut dipertanyakan secara fundamental.

Empat Kejanggalan Ijazah Gibran Versi Roy Suryo

Roy Suryo tidak hanya melempar tudingan kosong. Ia memaparkan empat poin utama yang menjadi dasar keraguannya, mengubah polemik ini dari sekadar isu politik menjadi perdebatan teknis mengenai validitas dokumen kenegaraan.

1. Misteri Keberadaan Ijazah SMA

Poin pertama yang menjadi sorotan utama adalah tidak adanya ijazah kelulusan setingkat SMA. Roy mempertanyakan dokumen resmi yang seharusnya menjadi syarat dasar.

"Nah sekarang kita lihat, ijazah SMA-nya Gibran itu mana?" tanya Roy.

Baca Juga: Dokter Tifa Kembali Beraksi! Desak Prabowo Ungkap Fufufafa, Singgung Pasal Pemakzulan di UUD 1945

Ia menyoroti fakta bahwa dalam berkas pendaftaran resmi di KPU, Gibran hanya tercatat bersekolah selama dua tahun di Orchid Park Secondary School, Singapura, tanpa pernah melampirkan bukti kelulusan formal berupa ijazah.

2. Program di UTS Dianggap Hanya 'Kursus' Singkat

Keraguan Roy berlanjut ke jenjang pendidikan tinggi Gibran di University of Technology Sydney (UTS), Australia. Ia mengklaim bahwa program yang diikuti Gibran bukanlah program sarjana (S1) seperti yang mungkin dibayangkan publik, melainkan sebuah program persiapan atau matrikulasi. Program bernama Insearch itu, menurut Roy, hanyalah "kursus" singkat yang berlangsung selama 6 bulan.

3. Penyetaraan Setara SMK yang Dianggap Aneh

Kejanggalan ketiga, menurut Roy, terletak pada proses penyetaraan program Insearch tersebut. Ia menyebut bahwa surat penyetaraan dari Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) yang menyatakan program tersebut setara dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sebuah keanehan besar.

"Ini kan dagelan Srimulat gitu," ujarnya, menyiratkan betapa tidak masuk akalnya proses penyetaraan tersebut di matanya.

4. Jeda Waktu Penyetaraan Selama 13 Tahun

Puncak dari kecurigaan Roy Suryo adalah jeda waktu yang sangat panjang antara waktu kelulusan dan pengurusan surat penyetaraan.

Gibran menyelesaikan program Insearch pada tahun 2006, namun surat penyetaraan dari pemerintah Indonesia baru diterbitkan pada tahun 2019, atau 13 tahun kemudian. Jarak waktu yang tidak wajar ini memicu spekulasi.

"Ini pasti ada sesuatu," tudingnya.

Sejalan dengan Gugatan Perdata Rp125 Triliun

Kritik yang dilontarkan Roy Suryo ini bukan sekadar opini di ruang publik. Isu ini telah memasuki ranah hukum melalui gugatan perdata yang dilayangkan oleh seorang warga bernama Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan tersebut menuntut pembatalan status Gibran sebagai Wakil Presiden dengan dasar argumen yang sama yakni Gibran dinilai tidak memenuhi syarat pendidikan minimal "tamat SMA atau sederajat" saat mendaftar sebagai calon wakil presiden.

Tak tanggung-tanggung, gugatan tersebut juga menuntut ganti rugi materiel dan imateriel senilai Rp125 triliun.

Load More