News / Nasional
Minggu, 21 September 2025 | 12:33 WIB
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin. (Dok: DPD)
Baca 10 detik
  • Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin, meresmikan Tugu Keadilan Ekologis sekaligus menghadiri Deklarasi Hari Keadilan Ekologis Sedunia di Waingapu, Sumba Timur
  • Sultan menegaskan bahwa tugu ini bukan sekadar monumen, tetapi simbol perjuangan martabat bangsa
  • Sultan juga menyampaikan bahwa DPD RI telah mengusulkan dua RUU prioritas, yakni RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dan RUU Perlindungan Masyarakat Adat

Suara.com - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, meresmikan Tugu Keadilan Ekologis sekaligus menghadiri Deklarasi Hari Keadilan Ekologis Sedunia di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (20/9/2025).

Agenda ini merupakan puncak Pekan Raya Lingkungan Hidup ke-14 yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama lebih dari 800 aktivis lingkungan dari seluruh Indonesia serta sejumlah perwakilan dunia.

Peresmian tugu ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Sultan B Najamudin bersama tokoh daerah, di antaranya tiga anggota DPD RI dari NTT, Abraham Paul Liyanto, Hilda Manafe, dan Angelius Wake Kako, serta Ustaz Zuhri M Zyasali dari Bangka Belitung.

Hadir pula Bupati Sumba Barat Daya Ratu Wulla, Wakil Bupati Sumba Timur Yonathan Hani, serta perwakilan dari Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat.

Dalam sambutannya berjudul 'For the Earth, For the Future', Sultan menegaskan bahwa tugu ini bukan sekadar monumen, tetapi simbol perjuangan martabat bangsa.

Ia menekankan bahwa keadilan ekologis menyangkut hak sungai untuk mengalir tanpa racun, hak hutan untuk tumbuh tanpa dibakar, serta hak setiap makhluk untuk hidup dalam keseimbangan yang adil.

“Melalui Tugu Keadilan Ekologis, kita tegaskan bahwa perjuangan ekologis adalah perjuangan martabat bangsa. Ini bentuk kolaborasi rakyat, aktivis, dan negara,” kata penulis buku Green Democracy.

Sultan juga menyampaikan bahwa DPD RI telah mengusulkan dua RUU prioritas, yakni RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dan RUU Perlindungan Masyarakat Adat. Keduanya diharapkan menjadi payung hukum dalam menghadapi ancaman krisis iklim sekaligus menjaga ruang hidup masyarakat adat.

Agenda ini sejalan dengan Asta Cita ke-8 Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya Lingkungan Hidup Berkelanjutan. Dalam visi tersebut, pemerintah menargetkan pembangunan yang ramah lingkungan, mendorong ekonomi hijau, dan menjaga keanekaragaman hayati.

Baca Juga: Komeng Bikin Rapat DPD RI Ngakak, Kritik Pedas Dikemas dalam Lelucon Khas

Sultan menegaskan bahwa arah perjuangan ekologis harus melibatkan negara, rakyat, dan masyarakat sipil secara bersama.
“Demokrasi kita harus menjadi green democracy: mendengarkan suara rakyat sekaligus suara alam yang harus dijaga,” ujarnya.

Acara berlangsung meriah dengan karnaval budaya dari empat kabupaten di Pulau Sumba, diikuti ribuan warga. Puluhan penunggang kuda Sandelwood berbusana kain adat ikut meramaikan parade, disusul penanaman pohon cendana bersama Sultan dan tokoh masyarakat sebagai simbol pelestarian flora endemik.

Sebelum acara, Wakil Gubernur Bengkulu 2013-2015 ini juga berkunjung ke rumah adat Sumba, berdialog dengan ibu-ibu penenun, hingga membagikan buku untuk anak-anak sekolah. Kehadiran Ketua DPD RI yang juga pemimpin lembaga negara termuda itu disambut hangat masyarakat.

Menurut Sultan, 20 September harus menjadi pengingat bagi bangsa bahwa bumi adalah titipan yang harus diwariskan dalam keadaan lebih baik. Ia mengajak agar perjuangan ekologis tidak berhenti pada seremoni, tetapi menjadi gerakan nasional.

“Sumba adil bagi alam, alam adil bagi manusia. Di situlah letak keadilan sejati,” kata Sultan.

Load More