News / Nasional
Rabu, 01 Oktober 2025 | 08:18 WIB
Diskusi panel "Perempuan & Ibu, Suara Setara untuk Demokrasi". (Suara.com/Safelia Putri)
Baca 10 detik
  • Diskusi panel "Perempuan & Ibu, Suara Setara untuk Demokrasi" menyoroti bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural dan belum menyentuh substansi keadilan.

  • Perempuan dinilai masih menjadi objek politik, bukan subjek yang setara.

  • Tiga isu utama yang disorot: redistribusi sumber daya, pengakuan/respek setara, dan keterwakilan yang adil.

Suara.com - Diskusi panel bertajuk "Perempuan & Ibu, Suara Setara untuk Demokrasi" yang digelar Selasa (30/9/2025) menghadirkan beragam pandangan kritis tentang peran perempuan dalam demokrasi Indonesia.

Salah satu sorotan utama datang dari Aida Pricessa Leonardo, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Dalam pemaparannya, Aida menilai bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural.

“Menurut saya, posisi perempuan adalah objek politik,” tegasnya.

Ia kemudian menjelaskan tiga alasan utama di balik pernyataannya tersebut.

Pertama, aspek Redistribution atau distribusi sumber daya yang belum adil.

Kedua, Recognition, yakni perlunya penghargaan dan respek yang setara bagi perempuan.

Dan ketiga, Representation, keterwakilan politik yang benar-benar sejajar.

Aida menekankan bahwa problem demokrasi tidak berhenti pada teknis prosedural semata.

“Bukan hanya prosedur, tapi pondasi kita yang harus diubah,” ujarnya, menyerukan perubahan mendasar agar demokrasi menjadi lebih substantif dan inklusif bagi perempuan di Indonesia.

Baca Juga: Aneh! Pakar Hukum Tata Negara Kritik Keras Prabowo soal IKN Jadi Ibu Kota Politik

Diskusi panel ini diharapkan bisa menjadi katalisator untuk memperkuat posisi perempuan sebagai subjek setara, bukan lagi sekadar objek politik, dalam pembangunan demokrasi bangsa.

Reporter: Safelia Putri

Load More