News / Nasional
Jum'at, 03 Oktober 2025 | 16:06 WIB
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, bakal mengikuti apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi terkait uang pensiun anggota dewan. [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Warga negara menggugat penghapusan uang pensiun anggota DPR ke MK.
  • Pimpinan DPR menyatakan akan patuh pada apapun putusan MK nanti.
  • Gugatan dilayangkan atas dasar rasa ketidakadilan bagi rakyat biasa.

Suara.com - Fasilitas uang pensiun seumur hidup bagi anggota DPR kembali menjadi sorotan tajam.

Kali ini, dua warga negara bernama Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin membawa isu ini ke ranah hukum.

Keduanya melayangkan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus hak pensiun tersebut.

Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 ini, mempersoalkan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980.

Aturan yang telah berusia 45 tahun itu, menjadi dasar hukum bagi anggota DPR untuk menerima dana pensiun seumur hidup.

Bahkan, jika hanya menjabat selama satu periode (lima tahun) pun akan tetap mendapat uang pensiun.

Menanggapi langkah hukum ini, pimpinan DPR RI menunjukkan sikap yang cenderung pasrah dan menyerahkan sepenuhnya pada keputusan MK.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan DPR akan mengikuti apa pun putusan yang akan diambil oleh mahkamah.

"Kalau anggota DPR itu, sejatinya hanya mengikuti, akan mengikuti produk undang-undang yang sudah ada sejak lalu-lalu," kata Dasco, Jumat 3/10/2025).

Baca Juga: Guyonan Dasco: Yang Sukses Selesaikan Masalah Agraria Bisa Jadi Cawapres

Ketua Harian Partai Gerindra itu menegaskan, posisi DPR yang akan patuh terhadap konstitusi dan putusan lembaga peradilan.

"Kalau produk hukumnya berubah, apa pun itu, kami anggota DPR akan tunduk dan patuh. Itu termasuk pada apa pun nanti putusan MK."

Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Wakil Ketua DPR RI lainnya, Saan Mustopa.

Ia memandang gugatan yang diajukan oleh warga negara tersebut sebagai hak konstitusional yang harus dihormati.

"Ya menurut saya, hak, yang punya legal, hak mereka ya untuk melakukan uji materi gugatan ke Mahkamah Konstitusi," tutur Saan saat dihubungi terpisah.

Lebih jauh, Saan menegaskan pihak DPR tidak memiliki keberatan jika MK pada akhirnya mengabulkan gugatan tersebut dan menghapus fasilitas uang pensiun.

Baginya, DPR akan senantiasa menghormati dan menjalankan putusan final dari MK.

"Apa pun hasilnya nanti soal uang pensiun itu, kita akan ikuti. Tak ada keberatan," kata dia.

Apa yang digugat?

Dalam berkas gugatannya, Lita dan Syamsul menyoroti rasa ketidakadilan antara hak yang diterima anggota dewan dengan kondisi yang dihadapi rakyat biasa.

Mereka membandingkan mekanisme pensiun anggota DPR yang otomatis didapat seumur hidup, dengan para pekerja yang harus menabung melalui BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain dengan persyaratan yang ketat.

"Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen," ujar pemohon dalam dalilnya.

Pemohon menggugat Pasal 1 a, Pasal 1 f, dan Pasal 12 UU No. 12/1980 yang mengategorikan anggota DPR sebagai anggota lembaga tinggi negara, sehingga memberikan mereka hak atas uang pensiun. Selain dana pensiun bulanan, pemohon juga menyoroti adanya Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp 15 juta yang dibayarkan sekali.

Berapa Besaran Uang Pensiun DPR?

Berdasarkan peraturan yang berlaku, besaran uang pensiun yang diterima anggota DPR adalah 60 persen dari gaji pokok bulanan mereka.

Berikut rinciannya:

  • Anggota DPR (tanpa jabatan): Gaji pokok Rp4,20 juta per bulan, uang pensiun Rp2,52 juta per bulan.
  • Anggota DPR (merangkap Wakil Ketua): Gaji pokok Rp4,62 juta per bulan, uang pensiun Rp2,77 juta per bulan.
  • Anggota DPR (merangkap Ketua): Gaji pokok Rp5,04 juta per bulan, uang pensiun Rp3,02 juta per bulan.

Dana pensiun ini akan terus dibayarkan seumur hidup kepada mantan anggota dewan.

Jika yang bersangkutan meninggal dunia, dana pensiun akan dihentikan atau dapat dialihkan kepada pasangan yang masih hidup dengan besaran yang disesuaikan.

Gugatan ini kini menjadi pertaruhan apakah fasilitas yang telah dinikmati para wakil rakyat selama puluhan tahun akan tetap berlanjut atau dihentikan atas nama keadilan publik.

Load More