News / Nasional
Jum'at, 03 Oktober 2025 | 19:09 WIB
Sejumlah 12 tokoh menyampaikan amicus curiae dalam persidangan di PN Jaksel pada Jumat (3/10/2025). [Suara.com/M Yasir]
Baca 10 detik
  • 12 tokoh hukum top jadi Amicus Curiae di sidang Nadiem.

  • Mereka bukan bela Nadiem, tapi menggugat sistem penetapan tersangka.

  • Penyidik dinilai kerap salah, praperadilan harus jadi ruang koreksi.

Suara.com - Sejumlah 12 tokoh kredibel mengajukan diri sebagai Amicus Curiae atau sahabat peradilan dalam sidang praperadilan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).

Mereka yang mengajukan diri tersebut merupakan mantan Jaksa Agung, pimpinan KPK, hingga pegiat antikorupsi. Hal tersebut disampaikan bukan untuk membela Nadiem, tetapi untuk menggugat sistem.

Langkah ini, menurut mereka, lahir dari keprihatinan mendalam terhadap praktik penetapan tersangka oleh aparat penegak hukum yang kerap dilakukan tanpa dasar bukti yang kuat dan transparan.

Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, menegaskan bahwa status tersangka bisa merusak reputasi dan masa depan seseorang secara permanen.

Lantaran itu, praperadilan harus menjadi mekanisme efektif untuk mengoreksi potensi kesalahan penyidik.

“Kami melihat selama ini banyak orang ditetapkan sebagai tersangka dengan pidana yang tidak cukup atau belum cukup jelas alasan. Apa sebenarnya perbuatan pidana yang terjadi dan apa kaitannya orang tersebut dengan perkara itu,” ujar Arsil di PN Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).

“Penyidik juga manusia yang bisa melakukan kesalahan. Yang tidak wajar adalah ketika kesalahan itu tidak bisa dikoreksi, atau tidak ada mekanisme yang efektif untuk mengoreksinya,” tegasnya.

Menantang Logika Penyidik Kejaksaan

Pegiat antikorupsi, Natalia Soebagjo, menambahkan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem dinilai cacat hukum sejak awal karena tidak didasarkan pada konsep reasonable suspicion (kecurigaan yang beralasan).

Baca Juga: Dengan Suara Bergetar, Ayah Nadiem Makarim: Saya Yakin Betul Dia Jujur

“Dua alat bukti yang dijadikan dasar tidak cukup kuat. Penetapan itu tidak berlandaskan pada konsep kecurigaan yang beralasan atau reasonable suspicion. Beban pembuktian seharusnya ada pada penyidik, bukan pada pemohon,” ujar Natalia.

Ia juga mengkritik Kejaksaan Agung yang hingga kini dinilai belum pernah menjelaskan secara utuh konstruksi pidana yang menjerat Nadiem.

"Publik memiliki hak untuk mengetahui dengan jelas mengenai hal yang diperkarakan," imbuhnya.

Para tokoh ini mendorong hakim praperadilan untuk mengambil peran yang lebih berani, yakni menguji secara substantif apakah penilaian subjektif penyidik benar-benar beralasan.

Sebuah peran yang, menurut mereka, 'hampir tidak pernah terjadi di sidang praperadilan.'

Mereka berharap pendapat hukum yang mereka sampaikan bisa menjadi standar baru untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan menghormati hak asasi manusia.

Load More