News / Nasional
Kamis, 16 Oktober 2025 | 09:29 WIB
Sidang sengketa tambang di wilayah Halmahera Timur antara PT WKM dan PT Position. (Suara.com/Faqih Fathurrahman)
Baca 10 detik
  • Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di PN Jakarta Pusat, Rabu (15/10).
  • Dalam sidang, saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum menyebut benda yang dipersoalkan bukan termasuk patok batas kawasan hutan.
  • Kuasa hukum PT WKM menilai kesaksian tersebut melemahkan dakwaan dan memperkuat posisi hukum kliennya.

“Kalau orang hanya memasang patok, itu masuk kategori apa?”

“Tergantung maksudnya,” jawab Anton.

Hakim Sunoto juga menyinggung peristiwa 19 Maret, di mana terdakwa disebut memasang patok kayu melintang di jalan KM 11+450 dan kemudian membongkarnya sendiri pada 15 April setelah dilaporkan ke polisi.

“Apakah itu termasuk menduduki atau menguasai kawasan?” tanya Sunoto.

“Saya belum lihat. Namun segala sesuatu patok batas itu tidak boleh,” jawab Anton.

Atas jawaban saksi ahli itu, hakim Sunoto menegaskan bahwa penilaian hukum akhir tetap berada di tangan pengadilan.

“Nanti pengadilan yang memutuskan apakah itu termasuk patok batas atau bukan,” kata Sunoto menutup bagian tanya-jawab tersebut.

Majelis hakim juga menyoroti potensi tumpang tindih aturan kehutanan dan pertambangan yang menjadi inti polemik antara kedua perusahaan tersebut.

Hakim Sunoto menanyakan secara khusus kepada saksi ahli tentang siapa yang berwenang memegang PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) dan fungsi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) setelah dimiliki perusahaan tambang.

Baca Juga: Petrindo Akuisisi GDI, Siapkan Rp 10 Triliun untuk Bangun Pembangkit Listrik 680 MW di Halmahera

Pertanyaan tersebut diarahkan untuk memperjelas konteks hukum pengelolaan lahan tambang yang beririsan dengan kawasan hutan, terutama dalam hal izin operasional dan tanggung jawab lingkungan.

Namun saksi ahli tidak memberikan jawaban yang komprehensif, hanya menyebut bahwa keberadaan PBPH dan PPKH menjadi dasar hukum perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.

Usai Sidang

Kuasa hukum PT WKM, OC Kaligis, menilai saksi ahli tidak konsisten dalam memberikan keterangan di persidangan.

“Ahlinya tidak konsisten. Ketika Jaksa bertanya, dia bilang tahu. Tapi ketika kami tanya soal batas wilayah dan posisi patok yang dimaksud, dia justru tidak tahu. Ini menunjukkan kelemahan dalam dakwaan,” kata OC Kaligis usai sidang.

Menurut Kaligis, keterangan Anton justru memperjelas bahwa tidak ada unsur pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT WKM.

Load More