News / Nasional
Kamis, 23 Oktober 2025 | 15:14 WIB
Kereta Cepat Whoosh tiba di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Rabu (22/10/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Kemenangan China dalam tender proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diduga kuat karena tidak adanya syarat jaminan APBN, sebuah syarat yang akhirnya dilanggar di tengah jalan
  • Pengamat Ekonomi Anthony Budiawan mencurigai adanya "kamuflase" dalam proses tender
  • Biaya pembangunan Whoosh per kilometer hampir tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan proyek sejenis di China

Suara.com - Polemik mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kembali memanas dengan tudingan serius dari pengamat ekonomi, Anthony Budiawan. Ia menduga kuat adanya permainan di balik layar saat proses tender, yang akhirnya memenangkan China sebagai pelaksana proyek. Menurutnya, Jepang yang seharusnya menjadi pemenang tender sengaja dilibatkan hanya untuk mengatrol harga penawaran dari China.

Anthony Budiawan, yang juga mantan Rektor Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, secara blak-blakan mengungkapkan bahwa proposal yang diajukan Jepang pada awalnya jauh lebih menarik dibandingkan dengan proposal dari China. Namun, satu syarat krusial menjadi pembeda utama, Jepang meminta adanya jaminan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara China tidak.

"Penawaran Jepang lebih menarik, tetapi ada alasan-alasannya Jepang memberikan mewajibkan ada jaminan APBN pemerintah, dan China tidak,” kata Anthony dalam sebuah diskusi yang dikutip dari kanal YouTube INews Tv, Kamis (23/10/2025).

Faktor inilah yang kemudian menjadi kunci kemenangan China dalam perebutan proyek strategis nasional tersebut.

"Maka China diberikan. Konteksnya itu,” terang Anthony.

Ia menegaskan bahwa ketiadaan jaminan APBN merupakan faktor penentu yang seharusnya tidak bisa diubah di kemudian hari.

"Artinya tidak ada jaminan dari pemerintah, key factor untuk memenangkan China,” ujarnya.

Namun, dalam perjalanannya, proyek ini justru mendapatkan suntikan dana dari APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT KAI sebagai pimpinan konsorsium BUMN. Perubahan krusial inilah yang menurut Anthony mencederai proses tender awal. Jika syarat ini diubah, ia berpendapat bahwa Jepang seharusnya yang keluar sebagai pemenang.

“Artinya itu tidak boleh diubah. Kalau itu diubah, maka sebetulnya Jepang yang menang. Harusnya,” ucapnya.

Baca Juga: Akademisi Bongkar Dugaan Skandal Whoosh Era Jokowi: Proyek Molor, Anggaran Bengkak

Anthony bahkan mencurigai adanya kamuflase sejak awal untuk memenangkan China.

"Kalau diubah belakangan, maka artinya ini adalah kamuflase. Artinya awalnya aja Anda memenangkan, nanti kita ubahlah. Nanti saya kasih jaminanlah. Kan begitu,” terangnya.

Lebih jauh, ia menyoroti dugaan bahwa keikutsertaan Jepang dalam tender hanyalah strategi untuk membuat penawaran China terlihat lebih kompetitif.

“Jepang memang diikutkan di dalam tender Jakarta-Bandung, tetapi kemudian saya mencurigai bahwa Jepang diikutkan karena untuk mengatrol harga karena harga itu murah sekali,” jelasnya.

Menurutnya, tanpa kehadiran Jepang sebagai pembanding, harga yang ditawarkan China bisa jadi jauh lebih rendah.

“Dari Cina seharusnya murah, mungkin bisa 60 persennya. Nah, makanya Jepang diikutsertakan. Kesatu adalah memang harus ada tender dan kedua adalah memang untuk mengatrol harga,” sambungnya.

Load More