News / Nasional
Kamis, 23 Oktober 2025 | 17:34 WIB
Pendiri Aqua, Tirto Utomo (Biografiku)

Suara.com - Nama perusahaan air minum Aqua mendadak menjadi sorotan usai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau Kang Dedi melakukan sidak di perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Dari hasil sidak tersebut diketahui bahwa sumber air yang digunakan oleh Aqua ternyata bukan berasal dari mata air pegunungan seperti yang selama ini diklaim.

Air tersebut berasal dari hasil pengeboran sumur dalam yang ada di sekitar kawasan pabrik.

Temuan ini jelas bertolak belakang dengan citra yang selama ini dibangun oleh Aqua melalui berbagai iklan dan promosi.

Selama puluhan tahun, merek ini dikenal dengan slogan yang identik dengan kesegaran air pegunungan alami.

Namun di tengah polemik yang sedang memanas ini, muncul pertanyaan lain yang tak kalah menarik.

Siapakah sebenarnya sosok di balik berdirinya Aqua, merek air minum yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia selama puluhan tahun?

Profil Tirto Utomo

Pendiri Aqua, Tirto Utomo (Danone)

Tirto Utomo, yang terlahir dengan nama Kwa Sien Biauw di Wonosobo pada 8 Maret 1930, dikenal sebagai pendiri Aqua, merek air minum dalam kemasan pertama dan paling populer di Indonesia.

Ia meninggal dunia pada 16 Maret 1994, meninggalkan warisan besar berupa industri air minum yang mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi air bersih.

Baca Juga: Miris! Dedi Mulyadi Temukan Supir Truk Aqua Sudah Sepuh, Digaji Rp125 Ribu

Masa kecil Tirto dihabiskan di Wonosobo hingga kemudian menempuh pendidikan menengah di Magelang dan melanjutkan ke HBS (setara SMA) di Semarang serta Malang.

Hidup dalam keluarga pengusaha ternak, ia tumbuh dengan semangat kerja keras yang kelak membentuk karakter visionernya sebagai seorang pengusaha.

Latar Pendidikan dan Karier Jurnalis

Selama kuliah di Universitas Gadjah Mada, Tirto sempat menjadi wartawan Jawa Pos dengan tugas meliput berita pengadilan.

Setelah pindah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ia menjadi Pemimpin Redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna, saat itu ia menggunakan nama pena “A Kwa”.

Karier jurnalistiknya berakhir setelah diberhentikan dari Sin Po pada 1959, namun hal itu justru memacu semangatnya untuk menyelesaikan kuliah hukum.

Load More