- Banjir dan longsor di Sumatra dipicu deforestasi masif akibat industri ekstraktif dengan pengawasan negara yang lemah.
- Pakar mendesak audit perizinan, penegakan hukum tegas pada korporasi, dan moratorium izin baru sektor ekstraktif.
- Pemerintah merespons dengan operasi darurat besar, mengerahkan triliunan rupiah logistik, serta membuka akses vital yang terisolasi.
Suara.com - Di tengah duka menyelimuti Sumatra, sebuah pertanyaan menggema lebih keras dari deru air. Mengapa tragedi ini terus berulang? Dengan korban jiwa mendekati seribu orang, kerugian ekonomi triliunan rupiah, menyalahkan curah hujan ekstrem saja tidak lagi cukup.
Ini bukan takdir, melainkan akumulasi dari kerusakan lingkungan yang sistematis. Data berbicara keras. Deforestasi atau penggundulan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) pada tiga provinsi terdampak telah terjadi secara masif selama dua dekade terakhir.
Lahan yang seharusnya menjadi benteng alami penyerap air hujan telah berubah fungsi. Para ahli dan aktivis lingkungan menunjuk satu biang keladi utama, yakni lemahnya tata kelola dan pengawasan negara terhadap industri ekstraktif.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Uli Arta Siagian, menegaskan bahwa bencana ini adalah cerminan dari situasi darurat lingkungan di hampir seluruh provinsi Indonesia.
"Deforestasi yang terjadi di tiga provinsi itu memang didorong oleh masifnya aktivitas industri ekstraktif, baik itu legal ya, maupun ilegal," tegas Uli saat dihubungi Suara.com, Senin (8/12/2025).
Lantas, apa yang harus dilakukan agar tangis akibat banjir tak lagi terdengar setiap musim hujan? Para ahli memetakan sejumlah langkah konkret dan mendesak yang harus menjadi prioritas pemerintah.
1. Audit Total dan Evaluasi Menyeluruh Perizinan
Langkah pertama yang paling fundamental adalah membongkar "dosa masa lalu". Pemerintah didesak untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua perizinan industri berbasis lahan, mulai dari pertambangan, perkebunan sawit, hingga Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Menurut Uli, evaluasi ini adalah kunci untuk membuka pintu penegakan hukum lainnya. Tanpa audit yang transparan, negara tidak akan tahu izin mana yang tumpang tindih, berada di kawasan rawan bencana, atau melanggar aturan.
Baca Juga: Menhut Segel 3 Subjek Perusak Hutan, Total 7 Terkait Banjir Sumatra, Ini Daftarnya
"Karena kalau tidak melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perizinan yang ada di Indonesia maka pengurus negara itu tidak akan bisa melakukan upaya-upaya penegakan hukum lainnya," jelasnya.
Dari hasil evaluasi ini, tindakan tegas harus menyusul, seperti pencabutan izin bagi perusahaan yang terbukti beroperasi di kawasan lindung atau area vital, serta penciutan lahan bagi izin yang sebagian wilayahnya berada di zona rentan bencana.
2. Tagih Tanggung Jawab Korporasi, Jangan Hanya Jadi Macan Kertas
Setiap undang-undang sektoral, mulai dari UU Lingkungan Hidup, Pertambangan, hingga Perkebunan, sebenarnya telah memuat pasal kewajiban pemegang izin untuk melakukan pemulihan lingkungan, seperti reklamasi pasca-tambang. Namun, aturan ini seringkali hanya menjadi tulisan di atas kertas.
"Pengaturan soal tanggung jawab perusahaan untuk melakukan pemulihan terhadap wilayah yang mereka kelola itu enggak pernah diimplementasikan oleh mereka, dan itu enggak pernah dimonitoring oleh pengurus negara," ungkap Uli.
Negara harus berhenti beralasan kekurangan personel atau anggaran. Pemanfaatan teknologi seperti citra satelit dan sistem monitoring digital bisa menjadi solusi untuk mengawasi kepatuhan korporasi secara ketat.
Tag
Berita Terkait
-
Menhut Segel 3 Subjek Perusak Hutan, Total 7 Terkait Banjir Sumatra, Ini Daftarnya
-
Kepala BNPB Sebut Banjir Sumatra Cuma Mencekam di Medsos: Auto Tuai Kritik Keras dari DPR
-
Kepala BNPB Sebut Pemulihan Pasca Bencana Sumatra Butuh Rp51,82 T
-
Pemerintah Tolak Bantuan Internasional untuk Sumatra, Cak Imin: Kita Masih Kuat Kok
-
Dikira Cuek, Nicholas Saputra Diam-Diam Bantu Relawan Banjir di Aceh
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 5 Sepatu Lari Rp300 Ribuan di Sports Station, Promo Akhir Tahun
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
Cak Imin Sentil Menteri Keuangan: Anggaran Negara Harus Tepat Sasaran dan Dorong Produktivitas
-
BK DPRD DKI Alihkan Panggung BK Award 2025 untuk Galang Dana Bencana Sumatra
-
Menhut Segel 3 Subjek Perusak Hutan, Total 7 Terkait Banjir Sumatra, Ini Daftarnya
-
Kepala BNPB Sebut Banjir Sumatra Cuma Mencekam di Medsos: Auto Tuai Kritik Keras dari DPR
-
Golkar Usul Koalisi Permanen-Pilkada Lewat DPRD, Puan: Nanti Dulu, Indonesia Lagi Berduka
-
Pemerintah Tolak Bantuan Internasional untuk Sumatra, Cak Imin: Kita Masih Kuat Kok
-
Telkom & Universitas Negeri Padang Resmikan Digistar Club, Cetak Talenta AI Unggul di Sumbar
-
Bekasi Timur Geger, Pria 61 Tahun di Bekasi Diciduk Usai Samarkan 14,6 Kg Ganja dalam Dua Kardus!
-
Skandal Wedding Organizer Ayu Puspita: Lima Orang Dilaporkan ke Polisi, Korban Rugi Ratusan Juta
-
Idrus Marham Usul Muktamar PBNU Dipercepat ke Mei 2026 demi Akhiri Konflik