News / Nasional
Kamis, 27 November 2025 | 18:49 WIB
Ilustrasi KUHAP yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI. (Suara.com)
Baca 10 detik
  • KUHAP baru disahkan DPR di tengah kontroversi dan kritik dari masyarakat sipil.
  • Koalisi menilai KUHAP beri wewenang berlebih pada aparat tanpa kontrol yang memadai.
  • Penerapan yang terburu-buru dikhawatirkan merugikan masyarakat dan diminta dibatalkan lewat Perppu.

Suara.com - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memasuki babak baru setelah disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Namun, pengesahan ini justru memantik polemik. Muncul pertanyaan besar: apakah KUHAP baru ini benar-benar berpihak pada masyarakat, atau justru menjadi ancaman?

Tok, tok, tok... Tiga kali ketukan palu dari Ketua DPR RI Puan Maharani pada Rapat Paripurna, Selasa, 18 November 2025, menandai persetujuan Rancangan KUHAP (RKUHAP) menjadi undang-undang.

Diiringi pekik "setuju" dari para anggota dewan, Indonesia pun resmi memiliki KUHAP baru setelah 44 tahun lamanya.

Made with Flourish

Alasan di Balik Pembaruan KUHAP

Pembahasan aturan baru mengenai tata acara hukum pidana ini memang menjadi perbincangan hangat sepanjang tahun.

KUHAP lama, yang berlaku sejak 1981, dianggap mendesak untuk direvisi, terutama setelah DPR dan pemerintah lebih dulu mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Alhasil, RKUHAP pun masuk dalam agenda legislasi DPR RI melalui Komisi III bersama pemerintah.

Baca Juga: Pemerintah Usul Hapus Pidana Minimum Kasus Narkotika, Lapas Bisa 'Tumpah' Lagi?

Dalam praktiknya selama 44 tahun, KUHAP lama dinilai memiliki banyak kekurangan dan celah yang tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi, serta dinamika sosial dan ekonomi masyarakat.

Hal ini setidaknya pernah disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto, dalam Forum Legislasi bertema "Komitmen DPR Menguatkan Hukum Pidana melalui Pembahasan RUU KUHAP".

Panitia Kerja (Panja) pun dibentuk, dan pembahasan resmi dimulai pada Senin (7/7/2025), setelah DPR menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada Kamis (26/6/2025).

Proses pembahasan terus berjalan hingga Revisi KUHAP rampung di tingkat I pada Kamis (11/11/2025). Panja sepakat membawa aturan baru itu ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman beserta jajarannya menggelar konferensi pers hanya beberapa jam sebelum KUHAP baru disahkan.

Mereka mengklaim pembahasan KUHAP selama ini telah mengedepankan transparansi dan terbuka untuk dipantau. Namun, klaim transparansi ini dibantah mentah-mentah oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP.

Load More