Rentetan bencana yang sama, dari waktu ke waktu, adalah bukti konkret. Apakah harus berdebat lagi soal sebab musababnya?
Deforestasi: Luka Menganga yang Tak Pernah Sembuh
Data dari KLHK dan Global Forest Watch (GFW) menunjukkan bahwa antara tahun 1990 hingga 2015, Indonesia kehilangan 23,7 juta hektare hutan primer dan sekunder.
Tahun 2011 menjadi titik terburuk, dengan hilangnya 918.678 hektare hutan dalam satu tahun. Pada 2015, kebakaran besar melalap sekitar 2,6 juta hektare, meninggalkan kabut asap yang menjangkiti seluruh kawasan Asia Tenggara.
Memang pada 2016–2021 angka deforestasi menurun, namun tetap berada pada kisaran 300.000–480.000 hektare per tahun. Dan sejak 2022 varian datanya kembali naik akibat ekspansi tambang nikel, perkebunan monokultur, dan megaproyek infrastruktur.
Penelitian hidrologi oleh CIFOR (Bruijnzeel, 2004), FAO, serta riset klasik Hewlett & Hibbert menunjukkan bahwa hutan tutupan lebat mampu mengurangi 20–50% limpasan air hujan, melalui intersepsi tajuk, infiltrasi tanah, dan penyerapan akar.
Ketika hutan rusak, kemampuan itu tinggal 5–20%. Artinya, lebih banyak air yang meluncur deras ke hilir, membawa serta tanah, batu, bahkan jiwa manusia.
Banjir dan longsor di Sumut–Sumbar–Aceh bukanlah kejutan. Ia adalah respons alam terhadap hutan yang dipangkas dan sungai yang dipersempit.
Utang Kelalaian Itu Kini Menagih
Fix. Bangsa ini sedang membayar utang ekologis yang diwariskan oleh generasi-generasi sebelumnya. Utang yang tidak akan lunas hanya dengan bantuan sosial atau kunjungan pejabat. Utang lengkap dengan bunganya, yang jauh lebih mahal, bahkan tak terhitung. Utang masa silam, yang harus dibayar oleh generasi yang tak berdosa.
Baca Juga: COP30 Brasil, DPD RI: Dunia Butuh Peran Masyarakat Adat dalam Mitigasi Iklim
Daerah aliran sungai yang dulu kokoh kini rapuh. Hutan yang dulu menjadi spons raksasa kini hanya mampu menyerap sebagian kecil air hujan. Dan suhu lokal yang meningkat memperparah semua risiko.
Inilah saatnya kita tidak lagi memperdebatkan siapa yang SALAH dan siapa yang BENAR
Sejarah sudah terjadi. Namun jika kita tidak belajar dari sejarah, maka bencana hanyalah ulangan ujian yang jawabannya tidak pernah kita kerjakan.
Green Democracy Kompas Moral Indonesia di Abad Perubahan Iklim
Green Democracy adalah paradigma baru yang harus menjadi fondasi keputusan publik di Indonesia. Demokrasi yang tidak hanya mendengar suara rakyat, tetapi juga suara bumi. Demokrasi yang berpikir menjaga masa depan, setelah belajar dari kesalahan masa lalu.
Suara hutan yang ditebang, suara sungai yang meluap, suara gunung yang retak, dan suara generasi mendatang yang menunggu apakah kita akan bijak atau lalai. Keputusan pembangunan tidak boleh lagi hanya menimbang pertumbuhan ekonomi. Ia harus menghitung biaya ekologis dan risiko masa depan. Harus balance. Seimbang, selaras. Harmoni. Itu adalah nilai-nilai original, asli budaya yang diturunkan nenek moyang kita.
Berita Terkait
-
Sultan Najamudin Tegaskan DPD RI Bukan Oposisi: Siap Dukung Penuh Program Presiden
-
Komite IV DPD RI dan Gubernur BI Rapat Bersama untuk Dorong Penguatan Stabilitas Keuangan
-
DPD RI Kunker ke Maluku Utara, Soroti Pemotongan Dana Transfer dan Dampaknya bagi Otonomi Daerah
-
Ketua DPD RI Dorong Investasi Transportasi dan Mobilitas Berkelanjutan di COP30 Brasil
-
Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brasil
Terpopuler
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
- 7 Rekomendasi Sabun Cuci Muka dengan Niacinamide untuk Mencerahkan Kulit Kusam
- John Heitingga: Timnas Indonesia Punya Pemain Luar Biasa
Pilihan
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
Terkini
-
Tangan Terikat, Kaki Diseret di Aspal: Teka-teki Kematian Wanita Jaksel di Bogor
-
Sudah Terima Insentif Rp 6 Juta per Hari, Wakil Kepala BGN Ingatkan Pekerja SPPG Tetap Profesional
-
Dinilai Sarat Kepentingan Politik, Mantan Jubir KPK Tolak Amnesti untuk Sekjen PDIP
-
RSUD Aceh Tamiang Dibersihkan Pascabanjir, Kemenkes Targetkan Layanan Kesehatan Segera Pulih
-
RS Kapal Terapung IKA Unair Siap Dikerahkan ke Aceh, Waspada Penyakit Pascabanjir
-
Sinyal Tegas Kapolri di Tengah Banjir Sumatra, Ujian Nyata Reformasi dan Presisi Polri
-
105 SPPG di Aceh Jadi Dapur Umum, 562.676 Porsi Disalurkan ke Warga Terdampak
-
Prabowo Pastikan Stok Pangan Pengungsi Bencana di Sumatra Aman, Suplai Siap Dikirim dari Daerah Lain
-
Banjir Sumatera, Pengamat Desak Komisi IV Panggil Mantan Menhut Zulkifli Hasan
-
Presiden Prabowo Hapus Utang KUR Petani Korban Banjir dan Longsor di Sumatra