News / Nasional
Sabtu, 13 Desember 2025 | 13:35 WIB
Ilustrasi aksi debt collector menghentikan pemotor di Jalan Daan Mogot. (Ist)
Baca 10 detik
  • Peringatan Polri dikeluarkan menyusul pengeroyokan dua debt collector di Kalibata yang berujung perusakan kios pedagang.
  • Penarikan kendaraan paksa oleh debt collector dilarang dan harus berdasarkan putusan pengadilan sesuai UU Fidusia.
  • Enam anggota Polri ditetapkan tersangka atas pengeroyokan dua *matel* yang ternyata menghentikan kendaraan milik anggota.

Suara.com - Kasus pengeroyokan maut dua debt collector atau mata elang (matel) di Kalibata, Jakarta Selatan hingga berujung perusakan kios pedagang, memantik peringatan keras dari internal Polri.

Auditor Kepolisian Madya Tingkat II Itwasum Polri Kombes Manang Soebeti menegaskan, penarikan kendaraan oleh debt collector tidak boleh dilakukan secara paksa tanpa putusan pengadilan.

Peringatan itu disampaikan Manang melalui unggahan ulang video lama di akun Instagram pribadinya, @manangsoebeti_official, yang kembali viral di tengah ramainya polemik matel menyusul tragedi Kalibata.

Dalam unggahan tersebut, Manang menyebut video itu sebagai materi edukasi bersama agar konflik penagihan utang tidak berujung kekerasan.

“Kalau Anda tidak rela kendaraan Anda ditarik atau tidak secara sukarela menyerahkan, jangan tanda tangan apapun dan segera lapor ke polres atau polda. Oke bray,” ujar Manang dalam video tersebut dikutip Suara.com, Sabtu (13/12/2025).

Manang menjelaskan, praktik penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector bertentangan dengan Undang-Undang Fidusia.

Menurutnya, meski terjadi wanprestasi atau cedera janji antara debitur dan kreditur, eksekusi terhadap objek fidusia tidak boleh dilakukan sepihak di jalan.

“Dalam Undang-Undang Fidusia, apabila terjadi cedera janji atau wanprestasi antara debitur dengan kreditur, maka kreditur tidak boleh semena-mena melakukan penarikan ataupun eksekusi,” jelas Manang.

Ia juga menegaskan, ketentuan tersebut diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71 Tahun 2021. Putusan itu menyatakan frasa “yang berwenang” dalam eksekusi fidusia tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai sebagai pengadilan negeri.

Baca Juga: Sidang Etik 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata Digelar Pekan Depan, Bakal Dipecat?

“Artinya, dalam upaya eksekusi penarikan terhadap objek fidusia, haruslah melalui putusan pengadilan negeri. Jadi tidak boleh semena-mena kreditur melakukan penarikan paksa, kecuali debitur secara sukarela mau menyerahkan kendaraan,” tegasnya.

Di sisi lain Manang juga memberi pesan langsung kepada para debitur. Ia meminta masyarakat tidak terpancing melakukan perlawanan di lapangan apabila menghadapi penagihan yang disertai intimidasi.

“Apabila Anda mendapatkan perlakuan semena-mena dari debt collector, Anda tidak perlu melakukan perlawanan. Kalau Anda tidak mau menyerahkan kendaraan secara sukarela, mereka tidak berhak menarik tanpa putusan pengadilan,” ujarnya.

Menurutnya, bila penarikan disertai ancaman, kekerasan, atau perampasan, masyarakat lebih baik segera melapor ke kepolisian.

“Kalau mereka melakukan upaya paksa dengan kekerasan, merampas, mengancam, laporkan ke polres atau polda. Kita akan melakukan tindakan hukum,” kata Manang.

Tak hanya kepada debitur, Manang juga melontarkan peringatan keras kepada para debt collector. Ia menegaskan praktik penarikan paksa adalah perbuatan melawan hukum.

Load More