News / Nasional
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:13 WIB
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara resmi memperluas kebijakan penghentian sementara (moratorium) penerbitan izin pembangunan perumahan. (Suara.com/Rochmat)
Baca 10 detik
  • Dedi Mulyadi memperluas moratorium izin pembangunan perumahan ke seluruh wilayah Jabar akibat ancaman bencana hidrometeorologi.
  • Kebijakan ini berlaku sampai ada kajian risiko bencana valid dan penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
  • Pengembang memprotes kebijakan tersebut karena dianggap menghambat investasi, sementara pengamat menyoroti kelemahan dasar hukumnya.

Suara.com - Keputusan yang dibut Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), kembali mengejutkan dan langsung menjadi sorotan publik. Kali ini, pria yang akrab disapa KDM itu membuat para pengembang properti "panas dingin".

Bukan tanpa alasan, Dedi secara resmi memperluas kebijakan penghentian sementara (moratorium) penerbitan izin pembangunan perumahan.

Kebijakan yang semula hanya berlaku untuk kawasan Bandung Raya, kini dipukul rata untuk seluruh wilayah Jawa Barat.

Awalnya, moratorium ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor: 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM yang diteken pada 6 Desember 2025 khusus untuk Bandung Raya. Namun, merasa langkah itu belum cukup, Dedi mengeluarkan aturan sapu jagat melalui SE Gubernur Jabar Nomor 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM tertanggal 13 Desember 2025.

Alasan Darurat Bencana

Dalam SE tersebut, Dedi menegaskan bahwa kebijakan ini bukan untuk menghambat investasi, melainkan langkah darurat mitigasi bencana.

Ancaman hidrometeorologi seperti banjir bandang dan tanah longsor dinilai tidak lagi bersifat lokal, melainkan merata di hampir seluruh wilayah Jabar.

"Potensi bencana alam hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor bukan hanya terjadi di wilayah Bandung Raya, tetapi juga di seluruh wilayah Jawa Barat," tulis KDM dalam SE-nya tersebut dikutip Suara.com, Rabu (17/12/2025).

Moratorium ini berlaku hingga setiap kabupaten/kota memiliki hasil kajian risiko bencana yang valid serta melakukan penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Baca Juga: Datangi Pabrik Aqua Lagi, Dedi Mulyadi Ungkap Sumber Airnya yang Tak Sesuai Iklan

Pemda se-Jabar juga diwajibkan meninjau ulang lokasi pembangunan di zona rawan bencana, termasuk area persawahan, perkebunan, daerah resapan air, hingga kawasan hutan.

Seluruh pembangunan wajib mematuhi peruntukan lahan agar tidak menurunkan daya dukung lingkungan.

Infografis Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara resmi memperluas kebijakan penghentian sementara (moratorium) penerbitan izin pembangunan perumahan. (Suara.com/Rochmat)

Pengembang Teriak, Asosiasi Bergerak

Kebijakan ini sontak menuai reaksi keras. Para pengembang perumahan kini mulai "berteriak".

Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas), misalnya, langsung melayangkan surat protes ke Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Mereka menilai kebijakan Dedi menabrak Perda Jabar Nomor 9 Tahun 2022 dan menghambat Program 3 Juta Rumah pemerintah pusat.

Senada, Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Appernas Jaya) menyatakan akan segera duduk bersama Kementerian PKP dan Pemprov Jabar untuk mencari jalan tengah alias solusi dari kebijakan tersebut.

Dilema Warga: Ingin Aman tapi Takut Menunggu

Di tingkat masyarakat, kebijakan ini memicu respons beragam. Aris (35), warga Kabupaten Bogor, mengapresiasi langkah preventif gubernur demi keselamatan.

"Kalau tujuannya sih bagus. Kita bisa lebih aman," kata Aris kepada Suara.com.

Namun, ia juga cemas kebijakan ini akan menghambat ketersediaan hunian bagi warga.

"Takutnya nanti kita nunggu lama kalau ingin tinggal dan membeli rumah. Soalnya harus tunggu kajian juga kan. Mudah-mudahan sih nggak lama dan pembangunan bisa dilakukan," tambahnya.

Hal serupa diungkapkan Ester (27), warga Depok. Ia tak ingin rumah impiannya tertunda gara-gara birokrasi perizinan yang mandek.

"Nunggu lama jangan sampai deh," ujarnya singkat.

Pakar Soroti Kelemahan Hukum: "Jangan Ugal-ugalan"

Niat baik KDM mendapat dukungan dari Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi.

Ia mengakui banyak proyek perumahan yang abai terhadap lingkungan dan mengubah tata ruang secara sepihak.

"Yang semula ruang terbuka hijau diubah menjadi area komersial, termasuk untuk area perumahan," jelas Tulus, kepada Suara.com, Rabu (17/12).

Namun, Tulus menyarankan KDM melakukan review total perizinan secara terintegrasi.

"Karena bagaimana pun masih banyak warga yang memerlukan perumahan untuk tempat tinggal," pesannya.

Kritik lebih tajam datang dari Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio.

Ia menyoroti lemahnya landasan hukum kebijakan tersebut jika hanya bermodalkan Surat Edaran (SE). Menurutnya, larangan publik harus diatur lewat Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Daerah (Perda).

"Enggak bisa dia melarang (dengan landasan) SE untuk ngatur keluar, harus pakai Pergub atau Perda. Ya karena SE itu tidak ada di Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang tata cara pemba- pembuatan peraturan perundang-undangan, enggak ada. Di hirarki peraturan perundangan enggak ada," tegas Agus.

Agus menyarankan Dedi segera menerbitkan Pergub agar kebijakannya memiliki taring dan kekuatan hukum yang mengikat.

"Kan harus nyangkut di undang-undang di atasnya. Kalau SE buat apa? Itu kan Surat Edaran sifatnya internal. Enggak bisa dipakai untuk ngatur publik," katanya.

"Ya kita mau taat ikut hukum atau enggak? Kalau mau ugal-ugalan ya silakan. Kalau... dia, dia biar bikin Pergub. Apa susahnya bikin Pergub?," Agus menambahkan.

Ilustrasi foto perumahan. [ANTARA FOTO/Aprillio Akbar]

Dukungan Parlemen

Di sisi lain, kalangan legislatif cenderung mendukung langkah KDM sebagai momentum evaluasi tata ruang.

Anggota DPR RI Dapil Jabar XI, Oleh Soleh, menilai ini langkah positif untuk menata ulang tidak hanya perumahan, tapi juga sektor pertambangan.

"Nah ini saya rasa positif untuk bagaimana RTRW tata ruang wilayah Jawa Barat ini kan sudah ada ya, nah tinggal bagaimana apakah penggunaan tata ruang di Jabar ini sesuai dengan perda yang telah disepakati oleh Pemprov dan tentunya RTRW juga berkaitan dengan roadmap dari pada program nasional," ujar Oleh Soleh kepada Suara.com.

"Oleh sebab itu maei kita dukung untuk melakukab evaluasi sekaligus membuat peta jalan dalam rangka penggunaan tata ruang di wilayah Jawa Barat," imbuhnya.

Dukungan juga mengalir dari Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono.

Menurutnya, SE ini adalah langkah awal pemetaan kawasan hijau versus kawasan industri/hunian yang nantinya harus dituangkan dalam Perda RTRW.

"Untuk menetapkan lahan/kawasan itu sebagai kawasan industri, perumahan dan kawasan hijau (hutan, kebun, sawah). Selain itu juga ada lahan sawah yang lindungi yang tidak dapat beralih fungsi," tandas Ono.

Load More