News / Nasional
Kamis, 18 Desember 2025 | 15:28 WIB
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu. (Suara.com/M Yasir)
Baca 10 detik
  • Said Didu menilai kedaulatan politik Indonesia telah diserahkan kepada oligarki, ditandai partai politik yang diam saat rakyat menderita.
  • Kedaulatan hukum dinilai diserahkan kepada oligarki, terbukti dari kebijakan kontroversial dan banyak proses peradilan yang dipesan.
  • Kedaulatan ekonomi dan SDA terkikis; oligarki menyuap untuk membuat UU, mendapat izin, serta asing memperoleh keistimewaan dari negara.

“Tidak ada namanya rakyat yang bisa melawan oligarki di manapun di seluruh Indonesia. Mulai dari hutan, gunung, sampai laut, sampai kota besar. Tidak ada lagi yang bisa melawan. Artinya, Joko Widodo betul-betul sudah menyerahkan kedaulatan hukum kepada oligarki,” lanjutnya.

Ketiga, Kedaulatan Ekonomi. Ia menggambarkan siklus kekuasaan ekonomi yang terjadi di Indonesia terus berulang-ulang. Dimulai dari penyuapan politisi untuk membuat undang-undang yang sesuai dengan keinginan mereka.

Kemudian, menyogok pengambil kebijakan untuk mendapat selembar izin usaha. Hingga akses kredit perbankan yang kemudian dimanfaatkan untuk meraup keuntungan dan menggusur rakyat.

“Saya menyatakan kedaulatan ekonomi dan hukum itu bercampur aduk. Kita contohlah Sumatera yang kita bahas sekarang. Bayangkan itu namanya hutan di Bukit Barisan, itu hutannya dari APBN lho, bukan hutan alam,” tungkas Said.

“Dia babat hutan itu, dari APBN lho, dan dapat untung untuk menyogok lagi para politisi dan pengambil kebijakan. Setelah banjir, kita diminta membayar lewat APBN dan rakyat bergelimpangan hanya karena oligarki,” lanjutnya.

Keempat, kedaulatan sumber daya alam yang dinilai kian terkikis. Said menilai kebijakan era Jokowi membuka ruang terlalu luas bagi kepentingan asing.

Ia menyebut Morowali sebagai contoh nyata, dimana perusahaan asal China beroperasi di tengah keberadaan BUMN seperti aneka tambang, salah satunya Vale.

Mereka mendapat keistimewaan berupa pembebasan pajak, cukai, royalti, penggunaan tenaga kerja asing, hingga pendanaan perbankan dari negara asalnya. Sementara itu, BUMN tetap dibebani melakukan kewajiban fiskal penuh.

Said Didu bahkan menilai kondisi tersebut lebih buruk dibandingkan kontrak Freeport yang selama ini dikritik, karena Freeport masih membayar pajak, bea, dan royalti kepada negara.

Baca Juga: Kuasa Hukum Jokowi Singgung Narasi Sesat Jelang Gelar Perkara Ijazah Palsu

“Tapi para pendukung Jokowi seakan-akan Jokowi pahlawan. Dia menggunakan Freeport untuk menutupi perampokan sumber daya alam di seluruh Indonesia,” ujar Said

Kelima, kedaulatan wilayah yang dinilai melemah pada era Jokowi.

Said Didu menilai banyak wilayah pada era pemerintahan Jokowi dijadikan kawasan khusus, seperti kawasan industri, proyek strategis nasional, dan kawasan ekonomi khusus, yang dinilai sulit disentuh negara dan membebaskan pelaku usaha dari berbagai kewajiban.

“Bahkan coba bayangkan lah, Morowali saya lima kali ke sana memang susah sekali masuk. Gubernur, Bupati nggak bisa masuk,” pungkasnya.

Reporter: Dinda Pramesti

Load More