News / Nasional
Rabu, 31 Desember 2025 | 07:52 WIB
Kolase foto anggota DPR joget di kamera. [Ist]
Baca 10 detik
  • Januari 2025, DPR mengesahkan Revisi UU Minerba yang mengizinkan entitas tertentu mengelola tambang.
  • Maret 2025, rapat pembahasan RUU TNI di hotel mewah memicu protes masyarakat sipil karena tertutup.
  • Agustus 2025, isu kenaikan gaji dan tunjangan DPR memicu demonstrasi besar hingga berakhir ricuh.

Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI nampaknya menjadi lembaga negara paling sibuk di 2025. Bukan karena mendapat citra yang positif, justru menjadi bulan-bulanan masyarakat yang menyampaikan kritik dan protes. 

Sejumlah hal yang dihasilkan lembaga legislatif di 2025 ini justru banyak menuai kecaman. Bahkan sampai berujung pada kemarahan publik yang ditumpahkan di jalanan. 

Bukan tanpa sebab, ketika aspirasi masyarakat tak temui jalan, akhirnya berakhir pada ruang ekspresi politik jalanan. 

Itu semua ditenggarai apa yang dilakukan DPR RI di 2025 dianggap tak memuaskan. Mulai dari pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai kurang melibatkan partisipasi publik hingga pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut sang anggota Dewan tak etis dan melukai hati rakyat. 

Suara.com coba merangkum sejumlah hal yang terjadi di DPR RI selama 2025. 

1. Januari 2025, Revisi UU Minerba: Kampus, UMKM Hingga Ormas Bisa Kelola Tambang 

Rapat Paripurna ke-11 masa persidangan II di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025), menyepakati menjadikan Revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi RUU usul inisiatif DPR.  

Sebelum itu, rapat pembahasan sempat digelar di tengah masa reses DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025). Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan memimpin langsung rapat.  

Dalam rapat, Bob mempersilakan Tenaga Ahli (TA) Baleg DPR RI untuk menyampaikan soal adanya perubahan pasal dalam RUU Minerba.  

Baca Juga: Kaleidoskop 2025: 20 Artis Lamaran di Tahun Ini, Sebagian Telah Resmi Menikah

Ada 11 poin yang meyangkut kebutuhan hukum yang dipaparkan. Salah satunya soal prioritas pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) diberikan kepada organisasi kemasyarakatan hingga perguruan tinggi.  

Adanya hal itu pun menuai kritik keras dari Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna. 

Ia mengkritisi keras soal usulan Perguruan Tinggi atau kampus diberikan izin mengelola tambang. Menurutnya, sudah cukup Ormas Keagamaan saja yang diceburkan mengurus tambang.  

"Pertama, kami menolak dengan keras keterlibatan atau pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada perguruan tinggi. Saya kira cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor," kata Mukri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPR RI bersama Dirjen Minerba, MUI, PUI hingga Walhi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025).  

Namun setelah banyak menuai kritik, DPR dan Pemerintah sebelum membawa RUU Minerba ke paripurna untuk disahkan, aturan soal Kampus bisa kelola tambang diubah. 

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, menyebut kalau DPR dan pemerintah sepakat tak jadi memberikan izin secara langsung mengelola tambang kepada perguruan tinggi atau kampus.  

Ia menjelaskan, jika dalam RUU tersebut nantinya tambang akan diberikan kepada BUMN, BUMD dan Badan Swasta. Nantinya, mereka akan ditugaskan untuk memberikan manfaat kelola tambang tersebut buat kampus.  

2. Maret 2025, DPR Gelar Rapat di Hotel Mewat Bahas RUU TNI 

Pembahasan Revisi UU TNI di DPR RI juga tak kalah menjadi sorotan di 2025. Puncaknya ketika Komisi I DPR RI gelar rapat tertutup di Hotel Fairmount yang masuk kategori hotel mewah. 

Kala itu, rapat kemudian digeruduk oleh koalisi masyarakat sipil. Mereka memprotes soal rapat tersebut karena dilakukan tertutup, terkesan menyembunyikan sesuatu dari publik.  

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pun angkat bicara soal adanya rapat konsinyering membahas Revisi Undang-Undang TNI di Hotel Fairmont beberapa waktu lalu.  

Ia menegaskan, jika pihaknya bukan bermaksud diam-diam menggelar rapat. Menurutnya, rapat itu sendiri digelar secara terbuka dan sesuai mekanisme yang ada.  

3. Agustus 2025, Polemik Gaji dan Tunjangan DPR RI 

Agustus nampaknya menjadi titik paling tinggi DPR RI menjadi sorotan publik. Semua diawali adanya isu kenaikan gaji dan tunjangan, termasuk tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas.  

Hal ini memicu kritik keras dari publik yang membandingkannya dengan kondisi ekonomi masyarakat luas. 

Bahkan publik menumpahkan ekspresi politiknya dengan melakukan demo besar-besaran di sejumlah daerah, termasuk di kawasan Gedung DPR RI itu sendiri. 

Puncaknya situasi semakin memanas terjadi pada 29 Agustus 2025, ketika seorang pengemudi ojek online atau ojol terlindas kendaraan taktis Brimob di tengah situasi demo. 

Usai adanya unjuk rasa besar-besaran menolak tunjangan perumahan anggota DPR yang berujung ricuh, akhirnya Pimpinan DPR menyatakan bahwa tunjangan sebesar Rp 50 juta per bulan saat ini tak akan lagi diterima anggota setelah Oktober 2025. 

Tunjangan yang sudah diterima sejak Oktober 2024 digunakan untuk biaya sewa tempat tinggal selama lima tahun menjabat. 

4. November 2025, Ulah Anggota Dewan 

Usai adanya kemarahan publik secara besar-besaran, sorotan juga tertuju pada ulah atau perilaku anggota DPR yang berakhir ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Sebelumnya bahkan kediaman sejumlah anggota DPR jadi sasaran penjarahan dalam momen tersebut. 

Setidaknya ada lima anggota DPR yang tuai sorotan hingga berujung ke sidang etik MKD, yakni Adies Kadir (Fraksi Partai Golkar), Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (Fraksi Partai Amanat Nasional), Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni (Fraksi Partai Nasdem). 

Perkaranya sendiri memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari pernyataan kontroversial yang dinilai melukai masyarakat, sampai perilaku yang dinilai tidak pantas sebagai wakil rakyat, terlebih di tengah situasi sosial yang sedang memanas akibat isu tunjangan dan gaji. 

Hasil sidang etik MKD sendiri dianggap menjadi anti-klimaks. Pasalnya MKD menyatakan sejumlah anggota DPR yang berperkara dinyatakan tidak melanggar kode etik atau hanya dijatuhi sanksi ringan dan sementara.  

5. Menjelang Akhir 2025, Polemik RKUHAP 

Usai adanya kejadian di Agustus 2025, DPR RI berjanji bakal bertransformasi menjadi lebih baik. Namun ketika DPR lewat Komisi III membahas hingga akhirnya mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) masih tuai sorotan. 

Gelombang protes terdengar disampaikan salah satu paling keras oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP. 

Mereka menilai pembahasan RKUHAP tersebut berlangsung terburu-buru hingga dianggap masih memuat sejumlah pasal bermasalah. 

Mereka menilai RKUHAP punya potensi pasal karet dan dianggap menyuburkan penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum. 

Namun, RKUHAP akhirnya tetap disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI. Bahkan pemerintah sudah menegaskan KUHAP baru bakal berlaku pada awal Januari 2025.

Load More