Suara.com - Sejumlah media besar seperti ABC dan beberapa media nasional di Indonesia memberitakan bahwa persentase kematian karena Covid-19 di negeri ini menempati posisi tertinggi di dunia.
Sampai 1 April 2020, pemerintah Indonesia melaporkan 157 kematian (sekitar 9,4%) dari total 1.677 kasus terkonfirmasi Covid-19. Jika diartikan secara kasar, persentase ini menunjukkan bahwa sekitar 9 dari 100 kasus positif COVID-19 mengalami kematian. Level kematian ini hampir dua kali lipat dari persentase kematian global sebesar 4,8% berdasarkan data dari Johns Hopkins University Amerika Serikat.
Namun, penghitungan tingkat kematian di Indonesia itu tidak mencerminkan kenyataan di lapangan karena jumlah kasus positif yang dilaporkan diperkirakan masih jauh dari angka yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Jumlah kasus terlapor adalah kasus yang dikonfirmasi lewat tes spesimen di laboratorium.
Persentase kematian akibat Covid di Indonesia seharusnya lebih rendah lagi karena mayoritas orang (kasus-kasus) yang terinfeksi Covid-19 masih tidak terdeteksi oleh sistem deteksi dini yang dilakukan saat ini. Ibarat gunung es di tengah laut, yang tampak ke permukaan dan dideteksi oleh laboratorium baru pucuknya. Sedangkan bagian tengah dan dasarnya belum terdeteksi.
Berikut ini setidaknya tiga fakta di lapangan yang mempengaruhi penghitungan persentase kematian Covid-19.
1. Jumlah orang diperiksa sedikit sekali
Kecilnya jumlah spesimen yang diperiksa menyebabkan rendahnya temuan kasus Covid-19 di Indonesia.
Berdasarkan informasi resmi yang dirilis Kementerian Kesehatan, sejak 30 Desember hingga 30 Maret 2020, pemeriksaan baru dilakukan sekitar 6.600 orang dengan hasil 1.414 positif terkena COVID-19.
Sejauh ini, pemerintah hanya memfokuskan pemeriksaan pada orang yang memiliki gejala seperti demam (lebih dari 38 derajat Celcius), pilek, batuk, sakit tenggorokan, atau sesak napas setelah kontak fisik dengan pasien positif atau bepergian ke wilayah terjangkit dalam 14 hari terakhir.
Baca Juga: Pasien Corona Terus Bertambah, Jubir Covid-19 Kembali Ingatkan Jangan Mudik
Hasil penelitian pemodelan matematika dari Timothy W Russell dan tim peneliti dari London School of Hygiene and Tropical Medicine Inggris memperkirakan bahwa Indonesia hanya mendeteksi sekitar 4,5% dari total kasus bergejala yang diperkirakan ada di masyarakat.
Dengan kata lain, ada sekitar 17.500 kasus bergejala yang diperkirakan tidak terdeteksi per 25 Maret 2020. Jumlah ini bisa mencapai 35.000 pada akhir Maret 2020, dengan asumsi bahwa jumlah kasus di Indonesia bertambah dua kali lipat setiap enam hari seperti laporan Max Roser dan tim dari Oxford University Inggris.
Persentase temuan kasus di Indonesia sangat rendah jika dibanding Korea Selatan yang mampu mendeteksi 78 % kasus bergejala, dengan menerapkan strategi pemeriksaan massal.
Penelitian Timothy juga melaporkan rendahnya persentase temuan kasus bergejala di negara-negara dengan jumlah kematian yang tinggi, seperti Italia, Spanyol dan Iran.
Hal ini sangat mungkin mencerminkan adanya tren keterlambatan penemuan kasus di negara-negara dengan jumlah kematian yang tinggi, termasuk Indonesia.
Pemeriksaan massal dan cepat baru dimulai pekan lalu di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, hampir tiga pekan setelah kasus pertama diumumkan. Hasilnya mungkin akan diketahui dalam beberapa pekan ke depan.
Berita Terkait
-
Kasus TBC di Jakarta Capai 49 Ribu, Wamenkes: Kematian Akibat TBC Lebih Tinggi dari Covid-19
-
Anggaran Daerah Dipotong, Menteri Tito Minta Pemda Tiru Jurus Sukses Sultan HB X di Era Covid
-
Korupsi Wastafel, Anggota DPRK Aceh Besar jadi Tersangka usai Polisi Dapat 'Restu' Muzakir Manaf
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Korupsi Wastafel Rp43,59 Miliar saat Pagebluk Covid-19, SMY Ditahan Polisi
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
7 HP Murah Rp 900 Ribuan Terbaik November 2025: Cocok Buat Orangtua, UI Ringan
-
Acer Luncurkan Predator Triton 14 AI, Laptop Gaming Paling Tipis Bertenaga AI
-
7 Rekomendasi Tablet dengan Stylus Pen Murah Cocok untuk Guru
-
Resident Evil Requiem Rilis 2026, Begini Bocoran Campaign dan Gameplay-nya
-
XLSMART Sukses Terapkan Zero Waste di AXIS Nation Cup 2025
-
4 Smartwatch Xiaomi yang Layak Dibeli 2025, Budget Mulai Rp300 Ribuan Aman
-
Update Xiaomi HyperOS November 2025: Atasi Bug dan Perbaikan HP Mati Mendadak
-
Nubia V80 Max Lolos Sertifikasi di Indonesia, Desain Mirip iPhone Lagi?
-
Akselerasi Adopsi AI dan Cloud, Ekosistem Mitra Teknologi di Asia Pasifik Diperkuat Solusi Canggih
-
Game Survival Baru dari Kreator PUBG Telah Tiba, Early Access Dibuka