Suara.com - Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana membeberkan tentang upaya mengekang kebebasan pers di Indonesia selama 17 tahun terakhir. Upaya terbaru dilakukan lewat RUU Penyiaran. Ada peran pemerintah dan DPR. Berikut ulasan Yadi:
Sabtu, 11 Mei 2024 berulang kali pesan whatsapp dengan isi yang sama terus masuk, banyak kolega sesama pers mempertanyakan respon Dewan Pers terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang beredar di publik. Kurang lebih isinya “membahayakan kemerdekaan pers”.
Dewan Pers melalui komisi hukum, saat itu memang sedang mempelajari RUU yang didapat, tapi yang dikaji naskah 2 Oktober 2023 dari Panja (panitia kerja) RUU Penyiaran DPR-RI. Kajian akan legal anotasi ini sebagai respon terhadap beberapa pasal yang dianggap “kebablasan” dan membahayakan kemerdekaan pers.
Sabtu 11 Mei menjadi titik krusial sejumlah kalangan pers tersentak setelah beredarnya naskah RUU Penyiaran 27 Maret 2024 yang menjadi bahan rapat di Badan Legislasi DPR-RI. Jika dibandingkan dengan RUU naskah Oktober 2023 memang ada beberapa perbedaan, diantaranya letak pasal-pasal yang berganti, selain itu naskah Oktober 2023 berjumlah 149 pasal, sedangkan naskah Badan Legislasi (Baleg), jauh lebih sedikit, sebanyak 62 pasal.
Tak lama berselang, sejumlah organisasi wartawan seperti; Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyatakan menolak RUU Penyiaran ini. Puncaknya, selasa 14 Mei 2024, Dewan Pers dan seluruh konstituen melakukan pertemuan dan diakhiri konprensi pers, isinya, semua sepakat menolak pasal pasal yang ada di RUU Penyiaran yang berpotensi “mengebiri” kemerdekaan pers. Penolakan juga dilakukan serentak di sejumlah daerah.
Ada yang aneh, dalam komunikasi dengan beberapa anggota DPR, mereka juga merasa heran, kenapa tiba-tiba ada pasal yang membatasi Kemerdekaan pers dan mengebiri kewenangan Dewan Pers. Pertanyannya, lantas siapa yang menyusun naskah RUU ini dan kenapa sampai lolos pasal pasal yang membungkam kemerdekaan pers?
Pasal-Pasal Krusial Tentang Pers
Mari kita bahas sekilas pasal pasal yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers. Dalam naskah Badan Legislasi 27 Maret 2024 setidaknya ada 3 pasal krusial terkait dengan pers. Antara lain, pasal 8A poin q terkait kewengan KPI yang diberi kewenangan menyelesaikan sengketa jurnalistik penyiaran. Hal yang sama ditegaskan di pasal 42 ayat 2; “Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sekilas, pasal ini akan disharmoni dengan UU Pers No 40 tahun 1999. Pasal 15 UU Pers memandatkan, fungsi Dewan Pers salah satunya menyelesaikan sengketa pers. Undang-undang pers juga memberikan mandat swaregulasi untuk pers dan diserahkan pengaturannya ke Dewan Pers. Pasal lain yang berbahaya bagi kemerdekaan pers adalah pasal 50 B poin 2c berupa larangan “penayangan eksklusif jurnalistik investigasi”. Pasal ini jelas bertetangan dengan UU Pers pasal 4 yang berbunyi terhadap pers tidak dilakukan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Baca Juga: Banyak Kontroversi, Menkominfo Akui RUU Penyiaran Inisiatif DPR
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas secara detil pasal demi pasal di RUU Penyiaran yang konon akan dikebut dan dsahkan parleman pada akhir September, persis beberapa minggu sebelum masa bhakti DPR RI 2019-2024 berakhir. Saya akan menunjukan fakta-fakta bahwa upaya merenggut kemerdekaan pers ini sudah dilakukan sejak 17 tahun lalu.
Lima Undang-Undang Menghadang Kemerdekaan Pers
Publik dan masyarakat pers di Indonesia sudah menikmati kemerdekaan pers selama 25 tahun, semenjak Presiden RI, BJ Habibie menandatangani UU Pers No 40 tahun 1999, persisnya 16 bulan pasca reformasi 1998.
Sesungguhnya; UU tentang Pers ini bukan hadiah negara untuk pers, tetapi untuk publik. Kita buka poin pertama dasar pertimbangan undang undang ini lahir; bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945 harus dijamin. Intinya; pertimbangan itu; tegas, jernih dan clear untuk menjamin freedom of expression.
Dua puluh lima tahun semenjak lahirnya UU Pers adalah masa yang çukup panjang; di era ini kita bisa melahirkan kepemimpinan yang demokratis. Eksekutif dan legislatif dipilih secara demokratis, pers melakukan kontrol sebagaimana tugas yang di embannya. Bahkan menjadi kekuatan fourth estate seperti dalam pemikiran John Stuart Mill. Pers kita telah menjelma sebagai watchdog dan mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Tentu, tak terhitung lagi karya pers yang sudah membuat bangsa ini tumbuh demokratis.
Namun, mengutip kalimat tokoh pers (Alm) Leo Batubara dalam diskusi awal 2015 tentang upaya merebut kemerdekaan pers mengatakan; “Nasib kta (pers) ditentukan oleh pembuat UU. Yang mempengaruhinya adalah kualitas pers kita”.
Berita Terkait
-
Wawancara Eksklusif: Kudeta Myanmar dan Perjuangan Jurnalis Bertahan
-
Empat Tokoh Mengkaji Oase Gelap Terang Indonesia di Reuni FAA PPMI
-
Alumni Pers Mahasiswa Indonesia akan Berkumpul di Malang Membahas Kondisi Bangsa
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Louis van Gaal Gelar Konferensi Pers usai Diisukan Ganti Patrick Kluivert
Terpopuler
- Profil 3 Pelatih yang Dirumorkan Disodorkan ke PSSI sebagai Pengganti Kluivert
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 5 Rekomendasi Mobil Sunroof Bekas 100 Jutaan, Elegan dan Paling Nyaman
- Warna Lipstik Apa yang Bagus untuk Usia 40-an? Ini 5 Rekomendasi Terbaik dan Elegan
- 5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
-
Harga Emas Turun Empat Hari Beruntun! Galeri 24 dan UBS Hanya 2,3 Jutaan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
Terkini
-
Review iPhone 17 yang Sudah Masuk Indonesia, Ada Tipe Apa Saja?
-
Spesifikasi iPhone 14 hingga 12: Masih Layak Dibeli Bahkan Setelah Peluncuran iPhone 17
-
Terungkap! 66 Persen Orang Dewasa di Indonesia Jadi Korban Scam, Kerugian Setahun Rp 49 Triliun
-
Batam Kini Punya Fasilitas Data Center Super Cepat untuk Bisnis Modern
-
Tablet Xiaomi Redmi Pad 2 Pro Masuk Indonesia 7 November, Intip Bocoran Spesifikasinya
-
19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 31 Oktober 2025, Banjir Pemain OVR 111-113 dan Gems Gratis
-
Nothing CMF Watch 3 Pro dan CMF Headphone Pro Resmi Masuk Indonesia, Ini Harganya
-
Intip Keunggulan Redmi 15: HP Murah Xiaomi Punya Baterai 7.000 mAh
-
Lazada Siapkan 5 Teknologi AI Sekaligus Jelang Harbolnas 11.11, Secanggih Apa?
-
Update Harga Xiaomi TV A 32, Ketahui Kelebihan dan Kekurangan Smart TV Rp1 Jutaan Ini