News / Nasional
Sabtu, 08 November 2025 | 09:20 WIB
Rezim Bredel Media, Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Berbahaya Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers!
Baca 10 detik
  • Wacana penolaka gelar pahlawan bagi Soeharto turut digaungkan oleh LBH Pers. 
  • Soeharto dinilai memiliki rekam kelam terhadap kebebasan pers. 
  • Upaya pembredelan terhadap media di era Soeharto berkuasa turut diungkit. 

Suara.com - Wacana pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan gelar pahlawan kepada Presiden Ke-2 RI, Soeharto dianggap telah mengabaikan gaya represi masa orde baru (Orba) membungkam kebebasan pers. Pasalnya, selama 32 menjadi presiden, Soeharto dianggap telah mengontrol ketat media. 

“Banyak media dibungkam, aktivis ditangkap, dan hukum digunakan untuk menekan media. Itu fakta sejarah yang tidak bisa dihapus,” ujar Direktur LBH Pers Mustafa Layong dalam konferensi pers dikutip pada Sabtu (8/11/2025). 

Mustafa pun membeberkan sederet media massa seperti Tempo yang sempat dibredel di era Soeharto berkuasa. Untuk membungkam kebebeasn pers, pemerintahan Soeharto kala itu menggunakan aturan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

“Tempo, Detik, Editor, dan banyak media lainnya diberedel. Undang-undang pers waktu itu memberi cengkeraman penuh kepada pemerintah,” bebernya.

Lebih lanjut, upaya pemerintahan Prabowo memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto dianggap bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang telah menggulingkan rezim otoriter Soeharto. Pasalnya, gerakan Reformasi juga memperjuangkan kebebasan pers dan penghapusan kontrol negara terhadap media.

Konferensi pers yang digelar LBH Pers, Elsam dan AJI terkait penolakan gelar pahlawan bagi Soeharto. (ist)

“Bagaimana mungkin orang yang membungkam pers dijadikan pahlawan? Itu sama saja menampar perjuangan jurnalis dan masyarakat sipil yang berkorban untuk kebebasan,” ujarnya.

Lantaran memiliki segudang jejak kelam, adanya usulan gelar pahlawan kepada Soeharto bisa membahayakan kehidupan demokrasi di Indonesia. 

“Kalau Soeharto disebut pahlawan, nanti mengkritiknya bisa dianggap menghina pahlawan nasional. Ini berbahaya bagi demokrasi dan kebebasan pers,” ujarnya.

Diketahui, Kementerian Sosial mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Soeharto menjadi salah satu dari tokoh yang diusulkan menerima gelar pahlawan. Namun, gelombang penolakan terhadap gelar pahlawan bagi Soeharto menuai protes keras, dari kalangan aktivis, akademisi, hingga tokoh-tokoh ormas terbesar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). 

Baca Juga: Pahlawan Nasional Kontroversial: Marsinah dan Soeharto Disandingkan, Agenda Politik di Balik Layar?

Load More