Suara.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan meminta pemerintah berhati-hati dalam menentukan kebijakan, terutama ketika menetapkan harga bahan bakar minyak dan jangan sampai diserahkan pada harga pasar.
"Saya ingatkan pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan harga BBM, jangan sampai ikut-ikutan harga pasar," kata Zulkifli yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional di Jakarta, Minggu (5/4/2015).
Ia mengemukakan seharusnya BBM mendapatkan subsidi karena UUD Pasal 33 mengamanatkan demikian, yang artinya jika penetapan harga diserahkan kepada harga pasar, maka pemerintah sudah melanggar konstitusi.
"BBM itu menurut undang-undang harus dapat subsidi karena amanat UUD kanseperti itu untuk hajat hidup orang banyak. Jika BBM ikut harga pasar, itu artinya pemerintah berpotensi melanggar kontitusi," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Wayan Sudane mengungkapkan bahwa pemerintah seharusnya mengkaji ulang kebijakan penetapan harga tersebut dengan melihat kenyataan di lapangan.
"Harusnya pemerintah bisa mengkaji lagi bagaimana agar kebijakan tersebut tidak membebani rakyat," kata Wayan.
Kendati demikian, Wayan mengatakan setuju dengan pengalihan subsidi dari BBM kepada pendidikan, kesehatan dan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun seharusnya kebijakan itu bisa dibarengi dengan kebijakan pasar yang memihak pada masyarakat.
"Kita lihat ketika harga BBM turun, harga barang-barang tidak ikut turun, ini salah satu bukti bahwa kebijakan pemerintah yang tidak sampai di bawah. Seharusnya levelnya bisa sampai pengendalian pasar bukan hanya di kebijakan, misal harga beras di bulog, ongkos angkutan dan lain sebagainya," katanya.
Pada 28 Maret 2015 lalu, pemerintah memutuskan melakukan penyesuaian terhadap harga BBM jenis solar dan premium untuk wilayah di luar Pulau Jawa, Madura, dan Bali, yang naik masing-masing Rp500 per liter dari harga lama.
Harga minyak untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali untuk premium menjadi Rp7.400 dan solar menjadi Rp6.900. Sementara itu, harga di luar Jawa, Madura, dan Bali untuk solar Rp6.800, sementara premium menjadi Rp7.300. (Antara)
Tag
Berita Terkait
-
Benarkah Mobil Hanya Boleh Isi Pertalite 7 Hari Sekali? Cek Fakta Aturan Terbaru Pertamina 2025
-
Tak Cuma Korupsi Pertamax, Pertamina Disorot Terkait Isu QR Code BBM Bersubsidi: Banyak Penyelewengan
-
Penyaluran BBM Bersubsidi Diminta Makin Baik, Pasokan yang Utama
-
BBM Bersubsidi: Siapa Saja yang Berhak? Kontroversi Ojol dan Aturan Terbaru
-
Ojol Tidak Dapat BBM Bersubsidi
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Luhut Turun Tangan, Minta Purbaya Tak Ambil Anggaran MBG
-
Anggaran Makan Bergizi Gratis Tembus Rp20 Triliun, Penyerapan Melonjak Tiga Kali Lipat!
-
Disindir soal Subsidi LGP 3Kg, Menkeu Purbaya: Mungkin Pak Bahlil Betul
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
Dharma Jaya Klaim Bukukan Pertumbuhan Bisnis 190 Persen
-
Sebelum Dilegalkan, 34.000 Sumur Minyak Rakyat Sedang Diverifikasi
-
Santai! Menko Airlangga Yakin Rupiah Kebal Guncangan Shutdown Amerika!
-
Kementerian ESDM: Stok BBM SPBU Swasta Akan Kosong sampai Akhir 2025 Jika Tak Beli dari Pertamina
-
Rupiah Kembali Menguat pada Jumat Sore
-
Rupiah Makin Ganas, Dolar AS Keok Imbas Penutupan Pemerintahan Trump?