Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tutup anjlok ke level terendah sejak April 2014 sebesar 1,76 persen ke level 4.771,28 pada Senin kemarin (27/7/2015). Diperkirakan IHSG pada perdagangan Selasa (28/7/2015), juga masih rawan tertekan.
Hal yang sama juga terjadi pada nilai tukar rupiah yang hari ini loyo ke level 16 poin tembus ke Rp13.500 per dolar AS.
Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Hendri Saparini menilai anjloknya IHSG dan nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan disebabkan oleh banyaknya sentimen global yang memperngaruhi pasar perdagangan.
Setelah sentimen Yunani mereda, melemahnya IHSG dan nilai tukar rupiah saat ini disebabkan adanya isu kenaikan suku bunga bank sentrak AS, The Fed, yang menekan bursa saham di kawasan regional.
"Rupiah dan IHSG yang melemah ini lantaran banyaknya sentimen global yang negatif makanya pasar perdagangan terganggu. Kenapa? Karena sejak 19898, kita membuka peluang itu dengan sangat lebar," kata Hendri saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Dia menjelaskan, banyaknya sentimen global yang masuk tersebut lantaran tidak adanya koreksi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meredam sentimen tersebut. Karena sudah banyak negara melakukan koreksi, namun belum bagi Indonesia.
"Negara lain itu sudah melakuka koresik agar tidak terpengaruh. Mislanya di luar negeri ada mau bayar utang, semua terkena dampaknya kalau kita enggak tau arah kebijakan kita mau dibawa kemana. Ini kan harus ada kesepakatan. Misal, kita mau mengontrol berarti harus ada perubahan Undang-undang. Kalau enggak ya memang kita akan berfluktuasi seperti saat ini," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad Faisal, Direktur Riset CORE Indonesia yang mengatakan ketidakpastian kenaikan bunga bank Sentral AS mengganggu kinerja perekonomian bagi negara-negara berkembang.
Meski baru isu, kata dia, ketidakpastian ini snagat mempengaruhi perekonomian tak terkecuali bagi Indonesia.
"The Fed ini kan katanya mau naikan bunga tapi isu ini sudah dimainkan, jadi ini kayak efek maradona lah. Tanpa melakukan apa-apa tapi mempengaruhi perekonomian. Dari 2013 sebenarnya ini terjadi, saham jadi naik turun," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya menghimbau kepada pemerintah untuk segera melakukan terobosan untuk meredam masuknya sentimen global yang dapat mengganggu pasar perdagangan.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
-
Kapasitas PLTP Wayang Windu Bakal Ditingkatkan Jadi 230,5 MW
-
Pembeli Kripto Makin Aman, DPR Revisi UU P2SK Fokus ke Perlindungan Nasabah