Suara.com - Ekonom Universitas Paramadina Firmanzah menilai, kabut asap akibat kebakaran hutan yang menimpa daerah Sumatera dan Kalimantan dapat menambah angka kemiskinan jika tidak segera diatasi.
"Daerah Sumatera telah terdampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kini terpapar asap. Permasalahan asap itu jika tidak diselesaikan maka akan menambah jumlah orang miskin," tutur Rektor Universitas Paramadina itu dalam diskusi bertajuk "Orang Miskin Bertambah Banyak" di Jakarta, Minggu (27/9/2015).
Persoalan asap dan kebakaran hutan, menurut dia, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah di daerah yang terpapar karena sebagian besar mata pencaharian masyarakat berbasis alam.
"Masyarakat tersebut bukan tipe yang memiliki tabungan untuk membuka usaha lain. Jadi, saat terjadi kebakaran hutan, perekonomian mereka akan terdampak langsung," ujar Firmanzah.
Apalagi, kata dia, harga pasar dunia harga komoditas, seperti sawit, juga sedang menurun drastis sehingga makin menekan masyarakat di daerah tersebut.
Selain akibat kebakaran hutan dan asap, dia memperkirakan angka kemiskinan juga akan naik diakibatkan fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah.
Firmanzah mengatakan bahwa kekeringan di sejumlah daerah yang mengakibatkan puso atau sawah gagal panen juga berdampak pada penurunan perekonomian petani.
Menyinggung soal upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dia memandang perlu program yang tepat dan terukur serta penangan berbeda untuk tingkatan mendekati miskin, miskin, dan sangat miskin.
"Untuk yang sangat miskin, membutuhkan injeksi, lalu untuk yang aktif secara ekonomi tetapi tetap miskin bisa kredit usaha rakyat (KUR) dan dana desa," tutur dia.
Untuk itu, kata dia, Presiden perlu menambah variasi wacana dan urgensi pengentasan masyarakat dari kemiskinan karena Presiden lebih fokus pada pembangunan infrastruktur.
Dia menuturkan, bahwa pengentasan masyarakat dari kemiskinan Indonesia pada tahun 2005--2009 pernah mencapai prestasi karena rata-rata penurunan kemiskinan mencapai 0,8 persen.
Namun, setelah 2009 Indonesia menghadapi kesulitan mengentaskan masyarakat dari kemiskinnan karena untuk mengentaskannya di garis paling bawah membutuhkan dana yang lebih besar.
Sementara itu, BPS mempublikasikan data survei angka kemiskinan pada bulan Maret 2015. Menurut BPS, terjadi lonjakan tambahan angka kemiskinan menjadi 11,22 persen atau sebanyak 28,59 juta dari 10,96 persen atau 27,73 juta pada bulan September 2014. (Antara)
Berita Terkait
-
Saat 'Luka Bakar' Gambut Sumatra Selatan Coba Disembuhkan Lewat Solusi Alam
-
Cara Efektif Mencegah Kebakaran Saat Kemarau Panjang
-
NHM Gelar Simulasi Tanggap Darurat Karhutla, Perkuat Kesiapsiagaan di Tambang Indonesia Timur
-
Kebakaran Hutan Dunia Meningkat Tajam, Dampak Ekonomi dan Risiko Kemanusiaan Kian Parah
-
Badai Api Mengguncang Bumi: Tantangan Baru Ilmuwan di Era Pemanasan Global
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok