Suara.com - Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit menilai rencana penerapan pajak progresif untuk semua produk minyak kelapa sawit oleh Prancis sebagai tindakan diskriminatif.
"Bagi Indonesia, yang lebih prinsip, rencana pajak itu adalah bentuk diskriminasi terhadap produk sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya (yang tidak dikenakan pajak)," kata Direktur BPDP Sawit Bayu Krisnamurthi di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Meski baru tahap rencana, menurut dia, rencana penerapan pajak progresif untuk sawit itu dinilai sebagai tindakan yang tidak adil, terutama bagi Indonesia yang produsen utama komoditas tersebut.
Seusai pertemuan dengan Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno, Bayu mengatakan Indonesia akan melakukan pendekatan dengan negara-negara produsen minyak sawit dunia seperti Malaysia dan Pantai Gading untuk menyatakan keberatan atas rencana penambahan pajak tersebut.
"Untuk tahap ini sifatnya masih 'lobby', dan akan ada delegasi kita ke Prancis dan Brussel (Belgia) untuk lakukan diplomasi. Ke Brussel itu terkait Uni Eropanya," ucapnya.
Mantan Wakil Menteri Perdagangan itu melanjutkan, pihaknya juga akan menyiapkan langkah-langkah lanjutan jika rencana tersebut akhirnya disetujui.
Bahkan, kata Bayu, Indonesia bisa saja melakukan langkah yang sepadan untuk melawan kebijakan yang akan dibuat Prancis tersebut.
"Kita sudah siapkan kalau Prancis jadi menerapkan kebijakannya. Akan ada langkah diplomas dan legal. Tentunya melakukan pendekatan ke pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk melakukan 'counter' (perlawanan) atau yang sepadan dengan yang dilakukan Prancis," ujarnya.
Namun, lanjut Bayu, pemerintah masih akan mendalami alasan digulirkannya pajak sawit itu oleh Prancis.
Menurut dia, alasan paling mungkin adalah adanya bentuk "sin tax" atau pajak dosa yang diterapkan ke produk-produk berdosa seperti sawit yang dinilai merusak lingkungan dan berdampak buruk bagi kesehatan.
"Tapi secara 'text book' (literal), 'sin tax' ini bisa saja diterapkan ke alkohol yang memang dosa bagi negara Muslim seperti kita. Mungkin akan diterapkan pajak untuk sampanye dan anggur. Tapi akan kita pikirkan," pungkasnya.
Sebelumnya, senat Prancis memutuskan adanya rancangan undang-undang baru tentang keanekaragaman hayati yang didalamnya disebutkan tentang adanya pengenaan pajak untuk semua produk minyak kelapa sawit.
Rencana penerapan pajak untuk produksi sawit itu akan mulai berlaku pada 2017 dengan rincian 300 euro per ton untuk 2017, 500 euro per ton untuk 2018, 700 euro per ton untuk 2019 dan 900 euro per ton pada 2020.
Khusus untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan, RUU tersebut menetapkan adanya tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen. Sedangkan untuk minyak kernel yang digunakan untuk produk makanan akan dikenakan bea masuk 4,6 persen.
Setelah 2020, pajak tersebut akan dinaikkan secara tahunan yang ditentukan oleh Kementerian Keuangan Prancis.
Anehnya, pajak itu tidak ditetapkan pada biji rapa, bunga matahari dan kedelai atau minyak nabati yang diproduksi di Prancis.
Jika pajak tersebut benar-benar diberlakukan, dana yang terhimpun akan ditransfer ke "social security funds" untuk mensubsidi petani dan masyarakat Prancis. (Antara)
Berita Terkait
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Kebun Sawit di Papua untuk Swasembada Energi, Bagaimana Risikonya?
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Produsen CPO Genjot Produksi di Tengah Tingginya Konsumsi Domestik
-
Rencana Sawit di Papua Dikritik, Prabowo Dinilai Siapkan Bencana Ekologis Baru
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Aset Tanah Ade Kuswara Kunang Tersebar dari Bekasi, Cianjur Hingga Karawang
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra