Pemerintah berencana memperluas barang kena cukai (BKC) terhadap Plastik Kemasan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi mendongkrak penerimaan negara melalui pendapatan negara bukan pajak (PNB) khususnya cukai.
Namun rencana tersebut ditentang 17 asosiasi produsen dan pengguna plastik di Indonesia yang tergabung dalam Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) sepakat menolak wacana pengenaan cukai atas plastik kemasan dan berpandangan bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip UU cukai, tidak tepat sasaran, merugikan masyarakat (konsumen). Selain itu, kebijakan tersebut akan menurunkan daya saing industri dan pada akhirnya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara.
Rachmat Hidayat, perwakilan FLAIPP mengatakan bahwa forum lintas asosiasi ini mewakili ribuan pelaku industri terkait plastik dari hulu sampai hilir berupa produsen plastik, produsen pengguna plastik, hingga industri daur ulang plastik. "Selain tidak tepat sasaran dan bertentangan dengan UU cukai, kami melihat bahwa pengenaan cukai pada plastik kemasan kontra produktif, karena justru bertentangan dengan kebijakan deregulasi Pemerintahan Presiden Jokowi yang bertujuan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan memajukan iklim investasi,” kata Rahcmat dalam keterangan resmi, Rabu (11/5/2016).
Selama ini, kriteria barang kena cukai berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai adalah: (1) Produk yang konsumsinya perlu dikendalikan; (2) Peredarannya perlu diawasi; (3) Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup; atau (4) Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.)
Berkaitan hal ini, penggunaan plastik kemasan produk industri telah dikendalikan dan diawasi peredarannya oleh kementrian dan lembaga terkait. Plastik kemasan produk industri (makanan, minuman, farmasi, minyak, kimia, dan sebagainya) tidak dapat dipisahkan dari produk yang dikemas di dalamnya, karenanya mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran plastik kemasan produk berarti mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran produk yang dikemas di dalam plastik kemasan tersebut (makanan, minuman, farmasi, minyak, kimia dan sebagainya). Seluruh produk tersebut sudah dikendalikan dan diawasi oleh kementerian/lembaga yang terkait sesuai dengan sektornya masing-masing. Contohnya: produk makanan dan minuman serta farmasi berada dibawah pengawasan BPOM dan Kementerian Kesehatan serta produk pestisida berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Pengenaan cukai terhadap plastik kemasan produk berarti menambah proses pengawasan dan pengendalian terhadap sistem pengawasan yang sudah ada saat ini dan bertentangan dengan semangat debirokratisasi yang sedang diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh Pemerintah saat ini," jelas Rachmad.
Selain itu, pengenaan cukai untuk mengendalikan plastik kemasan tidak tepat sasaran. Konsumsi plastik di Indonesia masih sangat rendah dan belum perlu dikendalikan berdasarkan data perbandingan dengan negara lain. Berdasarkan data dari INAPLAS (Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia), konsumsi plastik di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta jiwa, total konsumsi plastik hanyalah 4,25 juta ton atau kepadatan konsumsi plastik hanyalah 2,99 ton/km2.
"Bandingkan dengan Malaysia yang berpenduduk 29 juta jiwa, namun konsumsi plastiknya mencapai 1,02 juta ton atau kepadatan konsumsi plastik sebesar 3,09 ton/km2," tutup Rachmad.
Berita Terkait
-
Limbah Plastik Jadi Sensor Air: Terobosan Para Peneliti UGM
-
Beberkan Keanehan Kebijakan Cukai, Menkeu Purbaya: Industri Itu Enggak Boleh Dibunuh
-
Setelah Tak Naik, Pekerja-Pengusaha Ingin Menkeu Purbaya Moratorium Cukai Rokok 3 Tahun
-
Bea Cukai Sulit Endus Rokok Ilegal di Marketplace: Nyamar Jadi Mouse Gaming hingga Keyboard
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Menkeu Purbaya Yakin Rupiah Menguat Selasa Depan
-
Pertamina Luruskan 3 Kabar Bohong Viral Akhir Pekan Ini
-
Lakukan Restrukturisasi, Kimia Farma (KAEF) Mau Jual 38 Aset Senilai Rp 2,15 Triliun
-
Bank Tanah Serap Lahan Eks-HGU di Sulteng untuk Reforma Agraria
-
Pindah Lokasi, Kemenhub Minta Pemprov Pastikan Lahan Pembangunan Bandara Bali Utara Bebas Sengketa
-
PLTP Ulubelu Jadi Studi Kasus Organisasi Internasional Sebagai Energi Listrik Ramah Lingkungan
-
Tinjau Tol PalembangBetung, Wapres Gibran Targetkan Fungsional Lebaran 2026
-
Harga Emas Antam Naik Lagi Didorong Geopolitik: Waktunya Akumulasi?
-
Menkeu Purbaya: Bos Bank Himbara Terlalu Bersemangat Jalankan Ide Presiden
-
BPJS Ketenagakerjaan-Perbarindo Tandatangani MoU, Berikan Perlindungan Jaminan Sosial Pegawai