Ketua Panja RUU Pertembakauan, Firman Subagyo menepis tudingan gerakan anti tembakau yang menyatakan industri rokok dibalik RUU Pertembakauan yang saat ini dibahas DPR. Menurut Firman, tuduhan tersebut dan berbagai tuduhan lain yang tersampaikan lewat opini media itu tidak lain sebagai propaganda hiperbolis yang mengancam semangat nasionalisme di Indonesia.
“Gerakan anti tembakau melakukan propaganda hiperbolis yang dikendalikan oleh perusahaan asing untuk mematikan sektor tembakau yang strategis di Indonesia,” kata Firman di Gedung DPR Senayan, Kamis (30/06/2016).
Firman menganggap ancaman gerakan anti tembakau dari dalam negeri jauh lebih berbahaya dari pada ancaman lansung dari negara asing. Dikatakannya, orang atau para aktivis anti tembakau dapat merusak tatanan negara dari dalam, dan itulah yang dimanfaatkan pihak asing.
“Mereka mengendalikan orang-orang penting di negara ini untuk merusak Indonesia,” tegas dia.
Politisi senior Golkar itu menjelaskan, RUU Pertembakauan merupakan aspirasi dan kebutuhan hukum berbagai pemangku kepentingan, diharapkan dapat memperbaiki regulasi dari berbagai aspek, seperti, pengelolaan tembakau baik dari sisi budidaya, kepentingan petani, produksi, tata niaga, penerimaan negara, ketenagakerjaan, maupun aspek kesehatan.
Merujuk hasil penelitian yang tertuang dalam buku ‘Kretek: Kajian Ekonomi & Budaya 4 Kota, memperlihatkan bahwa pertembakauan dari mulai budidaya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakaunya mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional dan mempunyai multi effect yang sangat luas.
“Pertembakauan secara menyeluruh menyerap 30,5 juta tenaga kerja, dari petani di kebun ke buruh di pabrik hingga ke pedagang kecil. Target penerimaan cukai hasil tembakau sebagaimana pada RAPBNP-2016 ditargetkan Rp141,7 triliun, industri tembakau memberi kontribusi perpajakan terbesar yakni 52,7 persen dibanding dengan sektor lain seperti BUMN sebesar 8,5 persen, real estate dan kontruksi 15,7 persen, maupun kesehatan dan farmasi sebesar 0,9 persen. Jika produktivitas industri tembakau menurun, maka akan terjadi defisit anggaran dan diperlukan sumber pendapatan alternatif lainnya,” terangnya.
“Karena itu, tidak berlebihan pula kalau itu kemudian dikuatkan dengan regulasi yang lebih tinggi yaitu Undang-undang,” terangnya lebih lanjut.
Firman yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI mengatakan RUU Pertembakauan masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas tahun 2015 dan 2016. Firman menilai, Baleg sudah cukup mendapatkan masukan dari berbagai pihak, seperti Komnas Pengendalian Tembakau, pelaku usaha pabrik, kelompok tani, serta kepala daerah. Meski demikian, sejak awal Baleg belum mengesahkan di Paripurna DPR kali ini.
Firman menjamin, RUU itu nantinya bertujuan untuk melindungi rakyat terutama petani tembakau. "Yang jelas UU ini tidak ada keberpihakan kepada kepentingan pengusaha, tapi mengatur hulu dan hilirnya pertembakauan di Indonesia," kata Firman.
Firman menegaskan, membuat RUU Pertembakauan ini semata-mata untuk rakyat. Maka, prosesnya harus pelan-pelan dan hati-hati, untuk menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, karena UU tidak boleh diskriminatif. "Saya tidak setuju mematikan tembakau, karena petani punya hak untuk hidup," tuturnya.
Gerakan anti tembakau, menurut Firman bagai lagu yang diputar berulang-ulang yang rutin terus menerus diperdengarkan. Mereka mengatakan bahwa RUU Pertembakauan semakin menjauhkan Indonesia dari upaya ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Indonesia akan semakin dipermalukan di dunia internasional karena belum meratifikasi FCTC.
“FCTC bicara soal kesehatan pada kulit muka, namun bicara soal penyeragaman pada intinya. Produk tembakau harus diseragamkan, sesuai dengan produk internasional (rokok putih). Tidak akan ada lagi kretek, yang khas Indonesia. Apakah salah jika RUU Pertembakauan ingin melindungi produk khas dalam negeri?,” tanyanya.
Firman pun menegaskan bahwa apakah tidak semakin malu negeri ini ketika industri yang 100 persen berwajah dalam negeri, baik dari hulu hingg hilir, akan dimatikan asing.
“Bicara soal malu, Amerika Serikat juga memproduksi tembakau dan produk rokok di tingkat global, notabene merupakan inisiator lahirnya FCTC sekaligus lokasi WHO bermarkas, toh ternyata hingga kini juga belum meratifikasi/mengaksesi FCTC,” pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
Terkini
-
USS Jakarta 2025 x BRI: Nikmati Belanja Fashion, Sneakers dan Gaya Hidup Urban dengan Promo BRI
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Dapat Tax Holiday, Bahlil Pastikan PT Lotte Chemical Indonesia Perluas Pabrik di Cilegon
-
Menteri UMKM Tuding Bea Cukai sebagai Biang Kerok Lolosnya Pakaian Bekas Impor
-
Menperin Agus Sumringah: Proyek Raksasa Lotte Rp65 Triliun Bakal Selamatkan Keuangan Negara!
-
Cara Daftar Akun SIAPkerja di Kemnaker untuk Ikut Program Magang Bergaji
-
Presiden Prabowo Guyur KAI Rp5 T, Menperin Agus: Angin Segar Industri Nasional!
-
Selain Pabrik Raksasa Lotte, Prabowo Pacu 18 Proyek Hilirisasi Lain: Apa Saja Targetnya?
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
Harga Pupuk Subsidi Turun, Menko Pangan Apresiasi Pupuk Indonesia