Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pembelian Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera diterbitkan. Pemanfaatan pembangkit dengan energi terbarukan harus didukung semua pihak.
Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan tak ada alasan mengeluhkan tingkat keandalan sistem kelistrikan PLTS yang tidak stabil. Ini karena kelemahan tersebut bisa diatasi dengan teknologi , komponen kompensasi biaya instalasi, dan operasi yang disebut Feed in Tariff (FIT).
FIT dalam Permen 19 /2016, lanjut Fabby, pasti sudah memasukkan komponen biaya keandalan dan biaya lainnya yang selama ini dikeluhkan PLN. “Toh juga nantinya komponen biaya kemahalan tadi akan ditanggung konsumen, dan pemerintah sudah pasti akan memberikan berbagai insentif. Karena itulah alasan Permen ini keluar,” ujar Fabby di Jakarta, Minggu (23/ 10/2016).
Sebelumnya pada Rabu (19/10/2016). Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir bertemu untuk persiapan launching Permen 19/2016. Menurut Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan bahwa PLN tidak keberatan dengan aturan tersebut. Namun demikian PLN menyampaikan bahwa pengoperasian PLTS akan berdampak pada keandalan sistem kelistrikan.
Menurut Fabby, bila PLN dan didukung pemerintah serius menjalankan komitmen ini, maka target sesuai roadmap Komite Energi Nasional (KEN) dimana energi terbarukan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025 tentu bisa tercapai. Saat ini, baru 5 persen target bauran energi yang tercapai. Di sisi lain pemerintah juga menagetkan 5000 MW dari energi terbarukan bisa tercapai pada 2019.
Yang menarik, investasi pengembangan PLTS bila dijalankan dengan baik, maka dalam 3-5 tahun setelah pembangkit beroperasi maka biaya produksi tarif listrik akan turun hingga mencapai lebih kecil dari US$0,1 per Kwh. “Biaya ini tentu sangat murah dibandingkan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel-red) yang mencapai 0,4 per Kwh,” ujar Fabby.
Fabby melanjutkan bahwa biaya produksi listrik untuk PLTS bahkan bisa jauh lebih murah di luar negeri. Brazil, Uni Emirat Arab, India dan Thailand sudah mencapai angka US$0,08 per Kwh. “Memang banyak faktor kenapa bisa sangat murah seperti itu, namun kelemahan pengembangan PLTS di Indonesia semuanya bisa di atasi, tinggal jalankan saja komitmennya, mau atau tidak menjalankan bisnis PLTS,” tuturnya.
Soal Feed in Tariff untuk listrik dari tenaga surya yang ditetapkan dalam Permen ESDM ini, diakui Rida, memang relatif tinggi. Tapi energi terbarukan memang perlu insentif untuk mendorong pengembangannya. Kalau sudah berkembang, nantinya akan ditemukan teknologi yang lebih efisien untuk PLTS.
"Nggak (ada keberatan dari PLN), meskipun di Abu Dhabi dan lain-lain sudah murah. Perkembangan teknologi akan menurunkan harga dengan sendirinya. Ada yang cuma US$ 2,5 sen/kWh, kan jauh dengan yang kita punya. Pemerintah juga berupaya menurunkan harga," ujarnya.
Seperti diketahui, tantangan terbesar yang dihadapi PT PLN (Persero) saat ini adalah upaya melistriki kabupaten-kabupaten terpencil dengan kendala geografis yang sulit dijangkau. Untuk melistriki daerah-daerah pedalaman selama ini PLN sudah terlanjur menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Sebagai gambaran, biaya pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) untuk Kabupaten Mamberamo Tengah sebesar Rp 31.173 per liter, yang berarti biaya produksi listrik per kWh di Kabupaten Mamberamo Tengah sebesar Rp 10.167/kWh atau 900 persen dari harga jual rata-rata PLN Papua ke masyarakat.
Ke depan, agar biaya produksi listrik bisa lebih murah, PLN akan memperbanyak penggunaan potensi-potensi energi lokal di Papua, energi baru terbarukan (EBT) akan lebih dikembangkan. Seperti tenaga surya dan mikro hidro.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Seoharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
-
Bukan Cuma Joget! Kenalan dengan 3 Influencer yang Menginspirasi Aksi Nyata untuk Lingkungan
-
Heboh! Rekening Nasabah Bobol Rp70 Miliar di BCA, OJK dan SRO Turun Tangan, Perketat Aturan!
Terkini
-
Kementerian BUMN Dilebur ke Danantara? Erick Thohir: Saya Tidak Tahu!
-
Kemenhub Gelontorkan Rp 3,7 Triliun Buat Sistem Transportasi Atasi Macet di Medan dan Bandung
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Seoharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
3 Kandidat yang Akan Jabat Menteri BUMN Sementara
-
Bisnis Perawatan dan Perbaikan Bangunan Mulai Menggeliat
-
Syarat Take Over KPR, Harga Rumah Lebih Murah Daripada Beli Baru?
-
Berapa Gaji PPPK Paruh Waktu Lulusan SMA? Diatas Standar Kelayakan Hidup
-
Perusahaan TV Kabel Sky Fokus Streaming, Ratusan Karyawan Jadi Korban
-
BPJS Ketenagakerjaan Laksanakan Pasar Budaya K3 di PT Kahatex, Implementasi dari Permenaker
-
Ekonomi Dunia di Ambang Melambat, Bos BI Ungkap Biang Keroknya