Pada 11 Januari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menerbitkan dua Peraturan Menteri (Permen) ESDM, yaitu (1) Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri dan (2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Kedua Peraturan Menteri ini merupakan tindak lanjut diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan. "
Apakah Permen ESDM ini meneruskan tradisi pelonggaran ekspor mineral mentah yang dimulai sejak diterbitkannya Permen ESDM No. 20/2013 atau pun Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 yang memberikan kelonggaran ekspor bagi konsentrat selama (3) tiga tahun?," kata Yusri Usman, dari Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam dalam keterangan resmi, Kamis (19/1/2017).
Menurutnya, hal tersebut sebetulnya telah jelas menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 102, 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Beberapa pokok ketentuan dalam Permen ESDM No.5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017, antara lain:
1. Pemberian kelonggaran ekspor terhadap mineral yang belum diolah dan dimurnikan selama 5 (lima) tahun sejak Januari 2017.
2. Pemberian kelonggaran ekspor mineral selama 5 (lima) tahun sejak Januari 2017 kepada pemegang Kontrak Karya (KK) yang melakukan perubahan bentuk pengusahaan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
3. Adanya mekanisme perubahan bentuk perubahan pengusahan dari KK menjadi IUPK.
Baca Juga: Kemenkeu Segera Bikin Regulasi Ekspor Mineral Mentah
Pahadal secara filosofi, bahan tambang mineral merupakan kekayaan yang terkandung dalam perut bumi Indonesia dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Konstitusi Indonesia telah menegaskan mandat tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
"Karena itu, sekedar mengobral mineral mentah ke luar negeri tanpa memberikan nilai tambah sama saja mengkhianati cita-cita luhur dari pengelolaan sumber daya alam," jelas Yusri.
"Padahal, melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, akan memberikan efek berganda. Dapat kita bayangkan berapa penambahan tenaga kerja dapat terlibat dalam industri pengolahannya, berapa rumah tangga keluarga yang ditopang sumber kehidupannya dari sini, berapa penambahan penghasilan bagi tenaga kerjanya, berapa banyak industri ikutan yang akan tumbuh, serta berapa banyak pajak yang bisa diraup oleh negara dari berkembangnya rantai perekonomian ini?," tambah Marwan Batubara yang juga dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Marwan menegaskan apakah pemerintah masih mau mengorbankan ibu pertiwi demi pendapatan langsung dan sesaat dari ekspor bahan mentah tersebut? atau tidak. Mengacu
Kajian Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN), Kementerian ESDM (2012) menunjukkan adanya peningkatan sebesar 10,23 kali lipat jika bauksit diolah menjadi alumina, mengingat harga bauksit di tahun 2011 sebesar 29,00 Dolar Amerika Serikat (AS) per ton, sementara harga alumina mencapai 274,00 Dolar AS per ton. Sedangkan jika alumina diolah menjadi aluminium, maka nilai jualnya akan menjadi 3.822,00 Dolar AS per ton, atau 139,23 kali lipat dibandingkan dengan harga bauksit mentah.
Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) tahun 2016 membuktikan bahwa pembangunan smelter untuk pengolahan dan pemurnian mineral bauksit di Kalimantan Barat dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Tanpa smelter, 10 orang pekerja pertambangan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi sekitar 14 orang di Kalbar. Sedangkan dengan adanya smelter, 10 orang pekerja pertambangan ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi 19 orang di Kalbar.
"Bagaimana Perundang-Undangan Mengatur Ini? Secara kebijakan, Pasal 102 dan 103 UU Minerba telah menegaskan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri bagi pemegang IUP/IUPK, sedangkan Pasal 170 UU Minerba juga mewajibkan seluruh pemegang Kontrak Karya (KK) yang sudah berproduksi seperti PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, dan lain-lain untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU Minerba diundangkan, yakni Tahun 2014," ujar Marwan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 5 Rekomendasi Bedak Cushion Anti Longsor Buat Tutupi Flek Hitam, Cocok Untuk Acara Seharian
- 10 Sepatu Jalan Kaki Terbaik dan Nyaman dari Brand Lokal hingga Luar Negeri
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 23 Kode Redeem FC Mobile 6 November: Raih Hadiah Cafu 113, Rank Up Point, dan Player Pack Eksklusif
Pilihan
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
Terkini
-
Gaji Pensiunan ASN, TNI Dan Polri Taspen Naik Tahun 2025: Cek Faktanya
-
AADI Tebar Dividen Interim Rp4,17 Triliun, Potensi Rp 536 per Saham: Cek Jadwalnya
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
Harga Emas Stabil di US$ 4.000, Apakah Bisa Tembus Level US$ 5.000?
-
Prediksi Bitcoin: Ada Proyeksi Anjlok US$ 56.000, Analis Yakin Sudah Capai Harga Bottom
-
Bocoran 13 IPO Saham Terbaru, Mayoritas Perusahaan Besar Sektor Energi
-
MEDC Kini Bagian dari OGMP 2.0, Apa Pengaruhnya
-
Industri Pelayaran Ikut Kontribusi ke Ekonomi RI, Serap Jutaan Tenaga Kerja
-
Emiten CGAS Torehkan Laba Bersih Rp 9,89 Miliar Hingga Kuartal III-2025
-
Grab Akan Akuisisi GoTo, Danantara Bakal Dilibatkan