Suara.com - Dunia usaha mengeluhkan masih mahalnya biaya untuk transaksi pertukaran valuta asing atau valas terhadap rupiah (swap) maupun lindung nilai (hedging). Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sudah menghapuskan margin hedging sebesar 10 persen.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, mengatakan biaya untuk hedging seharusnya bisa lebih murah dari saat ini. Adapun BI menerapkan biaya swap sekitar 5 persen untuk tenor satu bulan dan 6 persen untuk tenor enam bulan.
“Perlu diberi sesuatu, bukan gratis. Tetap bayar, tetapi caranya dipermudah dan ongkosnya jangan mahal-mahal,” kata Benny di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Dia mengatakan, dengan biaya yang masih mahal, tidak banyak pengusaha yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Selain itu, pengetahuan para pengusaha terkait hedging juga masih minim.
Dia menyarankan, eksportir yang berbahan baku sumber daya alam (SDA) justru diwajibkan mengkonversikan 100 persen devisa hasil ekspornya ke rupiah. Sebaliknya, untuk eksportir yang melakukan impor akibat bahan bakunya tidak ada di dalam negeri, perlu diberikan keringanan.
“Untuk sektor yang bahan bakunya SDA, yang dikasih Tuhan ke republik kita, mereka tinggal cangkul saja, seharusnya diwajibkan. Kalau yang gunakan bahan baku impor karena di sini bahan bakunya tidak ada, harusnya diringankan,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, daripada pemerintah dan Bank Indonesia sulit memikirkan insentif agar eksportir mau mengkonversikan devisa hasil ekspornya ke rupiah, lebih baik mekanisme hedging yang dibenahi oleh Bank Indonesia.
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya juga mengatakan, bank sentral terus berupaya agar biaya transaksi swap maupun forward valas bisa lebih murah dari saat ini.
Transaksi swap atau barter adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka. Sementara transaksi forward dilakukan beberapa hari mendatang, baik secara mingguan atau bulanan.
Baca Juga: Transasi Valas Bank Mandiri Tahun Ini Capai Rp2.959 Triliun
"Tentu saja kami akan terus berupaya supaya swap maupun forward terus murah," kata Perry beberapa waktu lalu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Gaikindo: Mesin Kendaraan Produk Tahun 2000 Kompatibel dengan E10
-
Purbaya Mau Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, RUU Redenominasi Rupiah Kian Dekat
-
Purbaya Mau Ubah Rp1.000 jadi Rp1, Menko Airlangga: Belum Ada Rencana Itu!
-
Pertamina Bakal Perluas Distribus BBM Pertamax Green 95
-
BPJS Ketenagakerjaan Dapat Anugerah Bergengsi di Asian Local Currency Bond Award 2025
-
IPO Jumbo Superbank Senilai Rp5,36 T Bocor, Bos Bursa: Ada Larangan Menyampaikan Hal Itu!
-
Kekayaan Sugiri Sancoko, Bupati Ponorogo yang Kena OTT KPK
-
Rupiah Diprediksi Melemah Sentuh Rp16.740 Jelang Akhir Pekan, Apa Penyebabnya?
-
Menteri Hanif: Pengakuan Hutan Adat Jadi Fondasi Transisi Ekonomi Berkelanjutan
-
OJK Tegaskan SLIK Bukan Penghambat untuk Pinjaman Kredit