Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengklaim utang pemerintah Indonesia lebih rendah dari negara lain. Dengan demikian, Luhut membantah anggapan sebagian orang yang menyebut Indonesia hidup dari utang.
Ini disampaikan Luhut saat menjadi pembicara seminar Penguatan Kapasitas Pemimpin Indonesia Session 3 guna menghadapi perubahan era revolusi industri 4.0, bertema "Inovasi untuk Indonesia yang lebih baik" yang diselenggarakan Lemhannas, di Jakarta, Senin (3/12/2018).
"Jadi kita termasuk ke negara yang paling rendah untuk utang. Jadi kalau banyak yang bicara kita hidup dari utang itu tidak benar," kata Luhut seperti dilansir Antara.
Menurut Luhut, utang yang dipinjam pemerintah Indonesia digunakan untuk pembiayaan sektor-sektor produktif seperti pembangunan dan infrastruktur.
Sementara itu pemerintah, kata Luhut, memanfaatkan sumber pendanaan lain untuk membiaya program-prgram masyarakat, baik dari pajak maupun penerimaan negara lainnya.
Selain itu Luhut menyebut utang yang ditanggung pemerintah dikelola dengan baik sehingga tidak membebani keuangan negara.
Buktinya kata Luhut, pemerintah masih mampu menekan inflasi di bawah 4 persen - 3,5 persen, di mana merupakan pencapaian yang baik.
"Kita bisa menjadi contoh di 'emerging market' karena kita mampu mengelola 'state budget' kita sangat kredibel. Jadi kalau sekarang kita punya inflasi dibawah 4 persen, 3,5 persen, itu adalah satu 'acivment' yang bagus karena selama 12 tahun terakhir ini kita tidak bisa pada posisi seperti itu," kata dia.
Lebih jauh Luhut mengatakan, rasio utang RI masih tergolong rendah karena hanya sekitar 29 persen dari GDP nasional. Angka tersebut jauh dari angka yang ditentukan yaitu 60 persen.
Baca Juga: Serius Tangani Disabilitas, DPR Apresiasi Panti Sosial Mahatmiya Bali
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dianggap sudah berjalan cukup baik jika dibandingkan negara lain di dunia. Bahkan pertumbuhan ekonomi di tanah air cukup diapresiasi oleh Bank Dunia dan IMF.
Kemudian alasan selanjutnya, Indonesia memiliki "gross domestic product" (GDP) yang cukup besar, di sekitaran angka 1,1 triliun dolar AS.
Selain itu, ada pula kebijakan "tax amnesty" yang berdampak pada meningkatnya rasio penerimaan pajak nasional.
Luhut menjelaskan, "tax rasio" RI untuk pertama kalinya ada di angka 12,1 persen di tahun ini. Intinya kata Luhut, penerimaan negara dari pajak meningkat karena orang yang membayar pajaknya bertambah.
"Kenapa bertambah, karena itu akibat dari tax amnesty. Kita berharap, dalam 2-3 tahun ke depan tax rasio kita akan bisa 15 persen. Artinya kalau 15 persen dari 16.000 triliun GDP kita itu kira kira kita akan bisa menerima mungkin lah Rp 2.400 triliun," jelas Luhut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok