Suara.com - Pemerintah Korea Selatan khawatir tentang masa depan ekonomi dan sosial negaranya. Hal ini terjadi karena tingkat kelahiran di Korea Selatan tengah berada di titik terendah.
Padahal pemerintah Korsel sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan populasi di negara tersebut, namun hal tersebut belum membuahkan hasil.
Dilansir dari Business Insider Singapore, penurunan angka kelahiran itu akan menyebabkan turunnya populasi Korea Selatan dalam 10 tahun mendatang.
Angka kelahiran di Korea Selatan tercatat berada di level rendahnya 0,95 tahun ini.
Padahal, menurut para pakar demografi, angka kelahiran di negeri ginseng itu idealnya berada di angka minimal 2,1 agar jumlah populasinya stabil.
Sebuah penelitian tahun 2014 yang ditugaskan oleh Majelis Nasional Korea Selatan dan dikutip oleh Brookings Institution menemukan, bahwa warga Korea Selatan terancam punah begitu saja pada tahun 2750 jika angka kelahiran di negara itu tak beranjak naik dari kisaran 1,19.
Krisis angka kelahiran ini didasari sejumlah alasan, termasuk tingginya biaya membesarkan anak, terbatasnya jumlah tempat penitipan anak, dan jam kerja yang cukup panjang.
Karena itulah, pemerintah Korea Selatan tak segan-segan menggelontorkan dana sekitar 121 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun dalam 13 tahun terakhir ini untuk menggenjot angka kelahiran itu.
Bulan September lalu, pemerintah telah memulai sistem subsidi tunai sebesar 88 dolar AS atau sekitar Rp 1,2 juta untuk orang tua yang anaknya berumur di bawah 5 tahun.
Namun, baru-baru ini mereka berniat meningkatkan subsidi bulanan itu hingga sebesar 270 dolar AS atau sekitar Rp 3,9 juta dengan melibatkan kaum konglomerat yang jumlahnya mencapai 10 persen dari jumlah masyarakat di negeri kimchi itu.
Tak hanya itu, mulai akhir tahun 2019 mendatang, para orangtua yang punya anak berumur lebih dari 8 tahun diizinkan pulang kerja 1 jam lebih awal untuk merawat anak-anak mereka.
Selain itu, cuti bersalin untuk para ayah dinaikkan menjadi 10 hari dari ketetapan semula yang berjumlah 3 hari. Pemerintah juga telah berjanji akan lebih banyak taman kanak-kanak dan pusat penitipan anak untuk memudahkan para orangtua.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Harga Emas Melejit di 2026, Masih Relevan untuk Investasi?
-
Asuransi Sinar Mas Bayarkan Klaim Kendaraan Rp1,07 Miliar Korban Banjir Sumut
-
SMGR Raih Skor 94,79 dari Keterbukaan Informasi
-
Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?
-
Pati Singkong Bisa Jadi Solusi Penumpukan Sampah di TPA
-
BRI Terus Salurkan Bantuan Bencana di Sumatra, Jangkau Lebih dari 70.000 Masyarakat Terdampak
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian NRB Lewat Sinergi Pusat dan Daerah
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana Senin Depan, Selesaikan 4 Aduan Bisnis