Suara.com - Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika menilai, kritik yang disampaikan oleh majalah berbahasa Inggris The Economist terhadap kinerja pemerintah Indonesia dinilai tidak berdasarkan data yang akurat.
"Kami mengapresiasi atas kritik yang disampaikan oleh The Economist, namun banyak dari kritik itu yang perlu diklarifikasi karena tidak didasarkan kepada data yang akurat dan peta komprehensif atas kemajuan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu," kata Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika.
Menurut Erani, The Economist mengkritik pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla karena menekankan pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mengedepankan geliat investasi dengan cara menarik investor.
Majalah tersebut pada pekan lalu membuat tulisan tentang kritik janji kampanye Presiden Joko Widodo untuk memberikan pertumbuhan PDB sebesar 7 persen per tahun pada akhir masa jabatan pertamanya.
Namun realisasinya hanya sekitar 5 persen. Prospek untuk 2019 juga terlihat tidak lebih baik, terutama karena Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga enam kali dalam sembilan bulan terakhir untuk menahan penurunan rupiah.
Kritikan kedua adalah soal rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia yang memiliki kualifikasi yang baik. Hal ini dikeluhkan oleh para pebisnis tentang kurangnya pekerja Indonesia yang terampil.
Meski 20 persen anggaran APBN untuk pendidikan ditambah, namun standar pendidikan di Indonesia masih rendah.
The Economist juga melihat tingginya upah tenaga kerja Indonesia. Upah pekerja manufaktur Indonesia 45 persen lebih tinggi dari Vietnam karena kebijakan populis Pemerintah Daerah (Pemda) yang sebagian besar merupakan politikus untuk mengangkat suara mereka.
Kritikan lainnya adalah dalam hal belanja anggaran. Awalnya Jokowi fokus untuk pembangunan infrastruktur namun dalam anggaran 2018, The Economist melihat modal untuk infrastruktur justru menurun, digantikan dengan belanja subsidi.
Baca Juga: Ahok Mau Nikahi Puput, Grace Natalie: Itu Berarti Saya Bukan Selingkuhannya
Menanggapi kritikan itu, Erani mengatakan indikator-indikator makroekonomi Indonesia tetap solid dan cenderung membaik.
Beberapa indikator yang dimaksud adalah tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik dari 5,01 persen pada 2014 menjadi 5,17 persen pada 2018 (Triwulan III).
Tren pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan penurunan sejak 2011 hingga 2015. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,4 persen dan turun menjadi 4,9 persen pada 2015.
Setelah itu pertumbuhan ekonomi menanjak kembali secara perlahan di saat negara lain pertumbuhan ekonominya makin turun, termasuk China.
"Kualitas pertumbuhan ekonomi membaik. Untuk pertama kalinya sejak 2016 pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan secara bersamaan. Seperti diketahui, pada periode 2005-2014 ketimpangan pendapatan terus meningkat," tambah Erani.
Kemiskinan turun dari 11 persen (2014) menjadi 9,6 persen (2018). Pengangguran turun dari 5,94 persen (2014) menjadi 5,3 persen (2018).
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Korban Keracunan MBG di Yogyakarta Nyaris 1000 Anak, Sultan Akhirnya Buka Suara
- Momen Thariq Halilintar Gelagapan Ditanya Deddy Corbuzier soal Bisnis
Pilihan
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
-
Rapor Dean James: Kunci Kemenangan Go Ahead di Derby Lawan PEC Zwolle
-
Nostalgia 90-an: Kisah Tragis Marco Materazzi yang Nyaris Tenggelam di Everton
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan Memori 256 GB Terbaru September 2025
-
Perbandingan Spesifikasi Redmi 15C vs POCO C85, Seberapa Mirip HP 1 Jutaan Ini?
Terkini
-
Catat! Jadwal Penyaluran Bansos Beras dan Minyak Goreng untuk 18 Juta KPM
-
Kisah UMKM Nanas Nadi: Naik Kelas Lewat KUR dan Layanan Digital BRI
-
4 Fakta Seleksi CPNS 2026: Prioritas Rekrutmen ASN atau PPPK?
-
India Bebaskan Pajak Bahan Pokok dan Kurangi Gunakan Produk Asing
-
Wirausahawan Muda Bakal Bermunculan Lewat Indonesian Entrepreneur Project
-
Mau Investasi AI, SoftBank Group Pangkas 20 Persen Karyawan
-
Pembiayaan KPR Bank Mega Syariah Raup Rp 334 Miliar
-
IHSG Masih Betah Bergerak di Level 8.000 pada Senin Pagi, Cek Saham yang Melonjak
-
Gelar RUPSLB, Emiten Produsen Gas Industri SBMA Rombak Jajaran Direksi Hingga Diversifikasi Bisnis
-
Gedung Pencakar Langit Paling Tips di Dunia Sewakan Penthouse Seharga Rp 1,8 Triliun