Suara.com - Pengusaha yang tergabung dalam Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) terkena dampak tingginya tarif tiket pesawat. Salah satunya, penurunan tingkat isian atau okupansi hotel.
Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, penurunan okupansi hotel mencapai 30 persen. Kondisi itu terjadi sejak Januari hingga Maret 2019 ini.
"Kalau dibandingkan tahun lalu, penurunannya sampai 30 persen," kata Hariyadi saat dihubungi, Senin (25/3/2019).
Hariyadi menuturkan, memang saat ini dalam kondisi sepi penumpang dan pengunjung atau low season. Akan tetapi, biasanya dalam kondisi low season ini para maskapai memberikan tarif promo kepada penumpang.
Sehingga para penumpang pesawat yang ingin berwisata tetap melakukan perjalanannya tanpa khawatir dengan tingginya tarif tiket pesawat.
"Ini memang saya enggak ngerti maskapai penerbangan ini dimana-mana low season itu berikan promo, tapi ini malah naik," jelas dia.
Atas hal ini, Hariyadi pun mendesak agar pemerintah melihat permasalahan ini lebih dalam lagi. Pasalnya, komponen yang menyebabkan tarif pesawat tinggi sudah diturunkan.
"Upaya mendesak pemerintah melihat secara dalam, karena Pertamina sudah menurunkan avtur, tapi ini malah masih tinggi tiketnya, tapi kenapa AirAsia enggak naik," ucap dia.
Lebih jauh, Hariyadi pun menduga ada kartel yang bermain di tiket pesawat ini.
Baca Juga: Tiket Pesawat Mahal, Para Pengusaha Perjalanan Wisata Teriak Usaha Sepi
"Kalau kayak gitu ada kartel. Garuda dan Lion kartel jelas kartel. Saya bilang pemerintah harus mengizinkan maskapai regional untuk membuka rute di Indonesia, bisa AirAsia, Jetstar, Scoot. Karena ini enggak mempan, kalau dia berdua tapi berani seperti itu ini merugikan kepentingan nasional," tutup dia.
Sebelumnya, Ketua Umum ASITA, Nunung Rusmiati juga mengatakan, tarif pesawat yang tinggi berdampak besar pada bisnis perjalanan wisata. Terutama pada pendapatan perusahaan industri pariwisata yang mengalami penurunan.
"Harga tiket pesawat yang masih tinggi, ini sangat berdampak sekali bagi pelaku usaha travel. Pastinya penurunan pendapatan. Ya sekitar 30-40 persen," katanya.
Menurut Nunung, saat ini masyarakat juga telah beralih ke moda transportasi lain. Hal ini bisa dilihat dari sepinya peminat atau penerbitan tiket pesawat.
"Peminat atau penerbitan tiket sangat berkurang dan menurun, banyak beralih ke moda transportasi darat seperti kereta," jelas dia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025