Suara.com - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mencatatkan laba pada Semester I 2019 sebesar Rp 7,63 Triliun. Laba itu naik tipis 2,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 7,44 triliun.
Direktur Keuangan BNI, Anggoro Eko Cahyo mengatakan, peningkatan laba tersebut didorong dari kenaikan Non Interest Income (NII) pada Semester I 2019.
Kenaikan NII ini lebih disumbang dari pembayaran atau fee segmen bisnis perbankan yang diantaranya, fee trade finance yang tumbuh 15,8 persen, fee sindikasi tumbuh 76,5 persen dan fee bank garansi tumbuh 1,3 persen.
"Sisanya dari pertumbuhan bisnis Consumer & Retail antara lain fee pengelolaan kartu debit dengan pertumbuhan 65,3 persen, dan fee bisnis kartu yang tumbuh 12,9 persen," kata Anggoro dalam konferensi pers di Gedung BNI 46, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Selain NII, Anggoro melanjutkan kenaikan laba didorong dari pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih sebesar 1 persen dari Rp 17,45 triliun pada Semester I 2018 menjadi Rp 17,61 triliun pada Semester I 2019.
Tak hanya kenaikan laba, Anggoro juga membeberkan pada paruh pertama 2019, BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 20 persen menjadi Rp 549,23 triliun.
Ia merinci pertumbuhan kredit BBNI didorong pembiayaan pada korporasi mencapai 51,9 persen dari total portofolio kredit BNI, dengan fokus pembiayaan di sektor manufaktur, perdagangan, restoran dan perhotelan serta jasa dunia usaha.
"Hal ini sejalan dengan strategi yang ditetapkan BNI, yaitu menjaga komposisi kredit korporasi dalam kisaran 50-55 persen dari total kredit. Kredit korporasi BNI tersalurkan pada korporasi swasta dan BUMN yang masing-masing bertumbuh 27,8 persen dan 24,9 persen," tutur Anggoro.
Selanjutnya, untuk kredit yang dialirkan pada segmen usaha kecil mencatatkan pertumbuhan 21,5 persen, termasuk didalamnya adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sementara itu, pertumbuhan kredit segmen menengah tetap dijaga tetap moderat sebesar 7,6 persen.
Baca Juga: BNI: Pembukaan Rekening Digital Tingkatkan Nasabah Milenial
Dari sisi segmen konsumer, kredit tanpa agunan (KTA) berbasis payroll masih menjadi kontributor utama pertumbuhan, yaitu sebesar 12,8 persen. Untuk mortgage dan credit card masih mencatatkan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,9 persen dan 4 persen.
Penyaluran kredit BNI ditopang kemampuan perseroan dalam menjaga likuiditas di tengah kondisi pasar keuangan yang ketat. Dana Pihak Ketiga (DPK) bertumbuh 13 persen (yoy) menjadi Rp 595,07 triliun pada Semester I-2019.
"BNI juga mampu menjaga rasio dana murah yang ditunjukkan dari komposisi CASA yang mencapai 64,6 persen dari total DPK," pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- Pembangunan Satu Koperasi Merah Putih Butuh Dana Rp 2,5 Miliar, Dari Mana Sumbernya?
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
Terkini
-
Untung Rugi Redenominasi Rupiah
-
54 SPBU Disanksi dan 3.500 Kendaraan Diblokir Pertamina Akibat Penyelewengan BBM
-
Harga Perak: Turun Tipis Dalam Sepekan, Harga Dunia Menguat
-
Gaji Pensiunan ASN, TNI Dan Polri Taspen Naik Tahun 2025: Cek Faktanya
-
AADI Tebar Dividen Interim Rp4,17 Triliun, Potensi Rp 536 per Saham: Cek Jadwalnya
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
Harga Emas Stabil di US$ 4.000, Apakah Bisa Tembus Level US$ 5.000?
-
Prediksi Bitcoin: Ada Proyeksi Anjlok US$ 56.000, Analis Yakin Sudah Capai Harga Bottom
-
Bocoran 13 IPO Saham Terbaru, Mayoritas Perusahaan Besar Sektor Energi
-
MEDC Kini Bagian dari OGMP 2.0, Apa Pengaruhnya