Suara.com - Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai baru saja mengumumkan aturan baru terkait ambang batas pembebasan bea masuk impor atau deminimis value menjadi 3 dolar AS atau setara dengan Rp 42.000 (kurs Rp 14.000) dari yang tadinya sebesar 75 dolar AS.
Artinya jika barang kiriman impor tersebut harganya di atas 3 dolar AS maka akan kena bea masuk. Aturan ini mulai berlaku Januari 2020.
Karena hal tersebut beredar sebuah petisi yang menolak aturan anyar yang dibuat Sri Mulyani tersebut.
Petisi yang dibuat oleh Irwan Ghuntoro dalam akun change.org langsung diarahkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Dalam petisinya yang ditulis, Selasa (24/12/2019) Irwan mengatakan penjual importir kecil, supplier dropShiping online shop dan para pengrajin yang membutuhkan bahan baku yang tidak ada di Indonesia merasa sangat terjerat dengan adanya rilisan pengenakan pajak pada nilai 3 dolar AS yang dimana menurut logika lebih tidak adil. Jika mengenakan pajak pada nilai sangat rendah.
Lantas dirinya menuliskan bakal ada dampak buruk jika aturan tersebut berlaku nantinya.
Dampak buruk bagi masyarakat:
- Kreatifitas Anak Bangsa
Pada tingkat kreatifitas anak bangsa, dimana dilihat besar pertumbuhan para generasi baru yang lebih pintar dan kreatif dengan dukungan bahan baku yang mudah di dapat di negara lain adalah pilihan terbaik untuk memupuk mereka lebih kreatif.
- Dampak Pengangguran
Banyaknya penjual online shop, drop shiping terutama di kalangan masyarakat, nah disini apa yang mereka jual 80% barang yang di jual berasal dari import, jika import di persulit lagi maka berapa besar distributor mereka yang tutup, dan sebagian besar dari mereka akan menganggur.
Baca Juga: Sekarang Bea Cukai Bisa Intip Data Transaksi Barang Impor di E-commerce
- Dampak Naiknya Angka Kriminalitas
Dengan bertambah nya pengangguran maka akan besar kemungkinan nilai kriminalitas naik pesat.
Dan masih banyak dampak lain dari Nilai importir yang akan diturunkan dari 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS, Pikirkanlah Sebelum Bertindak!
Kami masyarakat bawah hanya survive dari keadaan buruk meski tak kunjung membaik, kami masih berusaha, jangan tutup jalan kami mengais rejeki dengan jualan online dan dropshiping dari suplier yang import dari negara luar.
Mau jadi apa bangsa ini jika harus terisolasi ?
Kembalikan nilai wajib pajak 75 dolar AS atau lebih dari 75 dolar AS jika bisa.
Hingga berita ini diturunkan petisi tersebut sudah ditandatangani sekitar 78 orang dari 100 target.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Barcelona dan BRI Kolaborasi, Bayar Cicilan di BRImo Bisa Ketemu Lamine Yamal
-
IHSG Menutup 2025 di Level Tertinggi, OJK Buka Rahasia Pasar Modal RI yang Solid
-
Catatan Akhir Tahun, Aktivitas Industri Manufaktur RI Melambat
-
Cicilan HP ShopeePayLater vs Kredivo, Mana yang Lebih Murah
-
Pemerintah Tegaskan Impor Daging Sapi untuk Industri Bukan Kosumsi Masyarakat
-
Catatan Akhir Tahun: Waspada Efek 'Involusi' China dan Banjir Barang Murah di Pasar ASEAN
-
Pencabutan Insentif Mobil Listrik Perlu Kajian Matang di Tengah Gejolak Harga Minyak
-
Viral di Medsos, Kemenkeu Bantah Purbaya Jadi Otak Penyitaan Duit Korupsi Konglomerat
-
Pemerintah Putuskan Impor Garam Industri 1,1 Juta Ton, Buat Apa?
-
Mandiri Inhealth Telah Bayarkan Klaim Rp 3,9 Triliun Hingga November 2025