Suara.com - Ekonom Senior Fauzi Ichsan menilai Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus mempunyai strategi dalam menanggulangi risiko moral hazard. Hal ini, seiring peran LPS yang diperluas dari Otoritas Bank Gagal menjadi pemasok likuiditas bank yang belum gagal.
Fauzi menjelaskan, atas permintaan bank bermasalah dan OJK, LPS dapat melakukan penempatan dana di bank tersebut walau belum gagal.
"Risiko moral hazard bisa diperkecil dengan keterlibatan OJK dan BI dalam persetujuan, serta persyaratan jaminan (termasuk personal guarantee pemilik bank) dan lending-limit yang ketat," ujar Fauzi dalam diskusi secara virtual di Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Menurut Mantan Ketua LPS ini, strategi itu dilakukan untuk mengurangi risiko bank tetap gagal bayar dan harus ditangani LPS, sehingga nantinya akan mengeluarkan biaya yang besar.
Lebih lanjut, Fauzi menuturkan, dalam memilih opsi resolusi bank gagal, LPS diharapkan tidak hanya mempertimbangkan opsi termurah (leats-cost-test/LCT) tapi juga aspek lainnya seperti kondisi perekonomian, kompleksitas bank, waktu penanganan dan ketersediaan investor. Namun, LPS membutuhkan masukan atas biaya ekonomi di luar perhitungan LCT.
Sebagaimana diketahui, untuk menambah sumber likuiditas, pemerintah menerbitkan PP Nomor 33 Tahun 2020, yang memperluas kewenangan LPS. Peraturan tersebut diundangkan pada 7 Juli 2020.
Sesuai PP Nomor 33 Tahun 2020, LPS bisa menyuntikkan dana pada bank yang kesulitan likuiditas dengan batas tertentu dan kriteria tertentu. Prasyarat yang diberikan yaitu total limit penempatan ke perbankan 30 persen dari aset LPS, limit penempatan per bank individu 2,5 persen dari aset LPS dan tenor satu bulan bisa di roll-over untuk maksimum lima bulan.
Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganalisa kemampuan bank untuk membayar kembali dana LPS sebelum meminta penempatan. Nantinya, pengembalian dana LPS dijamin pemilik bank dan LPS bisa menolak permintaan penempatan dana, serta implikasinya jalur resolusi normal dijalankan.
"UU LPS menentukan penempatan dana di perbankan sebagai kebutuhan operasional (misalnya dalam antisipasi biaya resolusi bank gagal), bukan bantuan likuiditas ke bank bermasalah. PP No. 33 Tahun 2020 berpayung pada UU No 2 Tahun 2020, di mana LPS adalah Otoritas ikut yang menangani krisis ekonomi Covid-19 dan menjaga SSK secara antisipatif/ preventif," tutur Fauzi.
Baca Juga: Jika Situasi Wabah Corona Memburuk, LPS Sebut 8 Bank Bisa Keok
Fauzi menambagkan tentang risiko, jika bank bermasalah tidak memenuhi prasyarat LPJP Bank Indonesia (BI), persyaratan LPS akan dituntut lebih lunak agar bank bermasalah dapat dana LPS. Kemudian jika 6 bulan setelah penempatan dana LPS, bank belum bisa akses ke pasar antar-bank, maka LPS terpaksa memperpanjang penempatan.
Di sisi lain terkait Bank Jangkar, Fauzi Ichsan menyatakan Bank Jangkar ditunjuk sebagai bank yang menerima penempatan dana pemerintah untuk disalurkan ke debitur, khususnya bank kecil dan UKM. Kendati begitu, pemberian pinjaman dari bank jangkar ke debitur, tetap harus memenuhi prasyarat manajemen risiko.
"Dalam pemberian pinjaman dari Bank Jangkar yang sudah ditunjuk pemerintah, bank tetap harus memenuhi syarat-syarat yang sudah diberikan. Sementara rata-rata LDR Bank Jangkar relatif rendah dan cukup likuiditasnya untuk penyaluran kredit. Dengan kenaikan NPL dan credits-at-risk, bank akan lebih konservatif walau likuiditasnya aman," Jelas dia.
Seperti diketahui, OJK mengumumkan bahwa bank-bank yang selama ini menjadi supplier di pasar uang antar bank (PUAB) akan menjadi Bank Jangkar (Bank Anchor). Kriteria yang dimiliki harus sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan Covid - 19.
Dalam hal ini ada tujuh bank yang telah memiliki kriteria tersebut di antaranya adalah bank yang masuk dalam golongan Bank Himbara yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia (BNI), dan PT Bank Tabungan Negara (BTN). Kemudian, PT Bank Central Asia (BCA), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB) dan PT Bank Mandiri Syariah (BSM).
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
- Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
Pilihan
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
-
Pertamina Bentuk Satgas Nataru Demi Pastikan Ketersediaan dan Pelayanan BBM
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
Terkini
-
Aguan Punya Mal Baru Seluas 3,3 Hektare, Begini Penampakkannya
-
Gudang Beku Mulai Beroperasi, BEEF Mau Impor 16.000 Sapi Tahun Depan
-
Proses Evaluasi Longsor di Tambang PT Freeport Selesai Antara Maret atau April
-
Bahlil Dorong Freeport Olah Konsentrat Tembaga Amman
-
Purbaya Pesimis DJP Bisa Intip Rekening Digital Warga Tahun Depan, Akui Belum Canggih
-
Sempat Tolak, Purbaya Akhirnya Mau Bantu Danantara Selesaikan Utang Whoosh
-
Purbaya Duga Pakaian Bekas Impor RI Banyak dari China, Akui Kemenkeu Lambat Tangani
-
Purbaya Tak Mau Lagi Bakar Baju Bekas Impor, Pilih Olah Ulang-Jual Murah ke UMKM
-
IHSG Loyo di Penutupan Jelang Akhir Pekan, Dipicu Pelemahan Ekonomi China
-
Ekonom Ungkap Data dari 'Purbaya Effect' ke Perekonomian Nasional