Suara.com - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meminta para perbankan tidak mencari untung selisih bunga pinjaman atau Net Interest Margin (NIM) di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 saat ini.
Pasalnya kata Wimboh saat ini permintaan kredit perbankan mengalami tren penurunan.
"Aneh, kalau dalam kondisi begini, perbankan tidak sharing pain malah naikkan NIM-nya," kata Wimboh dalam acara CEO Networking yang digelar secara virtual, Selasa (24/11/2020).
Wimboh menambahkan, bahwa saat ini suku bunga acuan BI sudah turun, diharapkan juga diikuti oleh industri perbankan.
Namun kata dia penurunan suku bunga BI bukanlah yang utama, namun yang terpenting dalam kondisi saat bagaimana mendorong permintaan atau demand.
"Tapi suku bunga kredit bukan masalah utama justru masalah utama bagaimana demand produk-produk yang di-generate oleh korporat tadi bisa bangkit," pungkasnya.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) menurunkan level suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen.
Keputusan ini setelah Bank Indonesia menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 18-19 November 2020.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad pun mengatakan wajar jika BI mengerek turun suku bunganya, karena saat ini permintaan akan kredit lesu akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Gubernur BI Minta Perbankan Segera Turunkan Suku Bunga Kreditnya
"Wajar juga dengan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan 25 BPS (basis poin) menjadi 3,75 persen ini untuk mengantisipasi penurunan laju kredit perbankan," kata Tauhid dalam sebuah diskusi virtual, Senin (23/11/2020).
Menurut Tauhid di November kemarin laju pertumbuhan kredit perbankan di bawah 1 persen, sehingga pemerintah melalui BI melakukan intervensi dengan penurunan suku bunga acuannya.
"Sekarang laju kredit perbankan itu kurang dari 1 persen, bahkan di bulan September itu sempet 0,28 persen dan ini harus ditingkatkan," paparnya.
Ibarat darah kata Tauhid, penyaluran kredit perbankan yang rendah ini akan mengakibatkan gerak ekonomi terbatas.
"Kredit itu ibarat darah, jadi kalau kita ingin bergerak, berlari, kalau kreditnya masih terbatas separuh dari kapasitas normal itu artinya apa permintaan belum normal dan implikasinya adalah proses pertumbuhan ekonomi masih tertahan," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
BRI Peduli Salurkan Bantuan Darurat di 40 Titik Bencana Wilayah Sumatra
-
Perubahan Skema Pupuk Subsidi Dinilai Dorong Transparansi
-
Mulai Bangkit, Rupiah Beri Tekanan pada Dolar ke Level Rp16.706
-
Penggunaan Dolar AS Mulai Ditinggalkan, Indonesia-Jepang Pilih Mata Uang Lokal
-
IHSG Menguat Tipis Jumat Pagi, Cermati Saham-saham Ini
-
Harga Emas Pegadaian Melambung Dua Hari Beruntun, Galeri24 dan UBS Kompak
-
Skema Kecebong Pindar Masih Hidup, Ini Syarat Ketat dari OJK
-
Mengatasi MFA ASN Digital Bermasalah, Sulit Login dan Lupa Password
-
RUPSLB Bank Mandiri Mau Ganti Susunan Pengurus, Ini Bocorannya
-
Harga Emas Melejit di 2026, Masih Relevan untuk Investasi?