Suara.com - Istilah ARB (auto rejection bawah) dan ARA (auto rejection atas) ramai diperbincangkan banyak masyarakat setelah saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dilego di pasar modal.
Pasalnya setelah IPO, pada akhir pekan lalu saham BUKA melesat hingga 24,71 persen dari Rp 850 menjadi Rp 1.060 per saham, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) perlu untuk menetapkan ARA.
Transaksi untuk saham Bukalapak pada perdagangan hari pertama sebanyak 4.293 kali dengan nilai transaksi yang diperoleh sebesar Rp 555,59 miliar dari 524 juta lembar saham yang diperdagangkan.
Begitu juga dengan hari ini, Kamis (12/8/2021) saham BUKA harus dikenakan ARB karena telah turun hingga batas yang telah ditetapkan, dimana saham BUKA berada pada posisi 965 per lembar saham atau telah turun sekitar 70 basis poin atau setara 6,76 persen
Saham BUKA berada di level tertinggi Rp 1.000 dan terendah Rp 965 per saham. Total frekuensi perdagangan selama sesi pertama pun mencapai 11.789 kali dengan total volume saham 421,37 unit dengan nilai transaksi Rp 407 miliar.
Lantas apa pengertian ARA dan ARB sebetulnya?
Mengutip BEI, penggunaan istilah ARB dan ARA dalam dunia saham berkaitan erat dengan sifat saham yang fluktuatif. Terkadang, saham perusahaan tertentu mengalami ARA.
Namun, keesokan harinya saham tersebut ternyata tiba-tiba berganti status menjadi ARB. Pada situasi seperti itu, banyak trader saham yang kelimpungan.
BEI telah menentukan batasan ARA sesuai dengan Keputusan Direksi Nomor Kep-00023/BEI/03-2020. Besaran ARA tergantung pada harga acuan saham yang telah dimasukkan anggota bursa di dalam sistem HATS NEXT-G tersebut.
Baca Juga: Saham Bukalapak Terus Ambles Jadi Rp 965 per Lembar
Untuk harga acuan Rp 50 sampai dengan Rp 200, ARA terjadi bila kenaikan harga saham di atas 35 persen, untuk harga Rp 200 sampai dengan Rp 5.000 sebesar 25 persen, dan untuk harga di atas Rp 5.000 20 persen.
Sementara ARB, adalah kebalikan dari ARA, yakni batasan maksimum penurunan harga saham dalam sehari.
Penurunan harga saham yang tidak terkendali bila terjadi tidak ada order di antrial beli (bid) saham, sementara aksi jual terjadi.
Ketentuan batas ARB mulanya adalah sebesar 20 persen hingga 35 persen. Namun, pandemi membuat koreksi harga saham besar-besaran dan BEI mengubah ketentuan ARB menjadi 10 persen sebelum akhirnya menjadi 7 persen.
Ketentuan ARB sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020 yakni Rp 50 atau kurang dari 7 persen untuk harga acuan Rp 50 sampai dengan Rp 200 dan untuk harga di atas Rp 200 sebesar 7 persen.
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Sihar Manullang mengatakan batasan ARA maupun ARB tergantung dari harga penutupan harga sebelumnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?
-
Pati Singkong Bisa Jadi Solusi Penumpukan Sampah di TPA
-
BRI Terus Salurkan Bantuan Bencana di Sumatra, Jangkau Lebih dari 70.000 Masyarakat Terdampak
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian NRB Lewat Sinergi Pusat dan Daerah
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana Senin Depan, Selesaikan 4 Aduan Bisnis
-
Purbaya Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI: 5,2% di 2025, 5,4% pada 2026
-
Menaker Yassierli Klaim PP Pengupahan Baru Hasil Kompromi Terbaik: Belum Ada Penolakan Langsung
-
Purbaya Sentil Balik Bank Dunia soal Defisit APBN: Jangan Terlalu Percaya World Bank!