Suara.com - Perbandingan harga BBM di Malaysia versus Indonesia menimbulkan polemik setelah Menteri BUMN Erick Thohir dan Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga meminta masyarakat untuk tidak membandingkan Pertamina dan Petronas.
Pernyataan keduanya, ditanggapi oleh Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono yang menilai pernyataan keduanya justru mengekang kebebasan berpendapat warga negara, sebagai bentuk semangat berdemokrasi yang pintar dan cerdas.
Sebaliknya, Bambang mengkhawatirkan ada masukan yang menyesatkan kepada Presiden Jokowi soal harga BBM karena tidak disertai dengan kajian dan data yang jelas serta seimbang.
Penerima penghargaan Honoris Mentions dari Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS Surabaya itu justru mengingatkan bahwa yang membandingkan Pertamina dengan Petronas adalah Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati sendiri yang menyatakan melalui media bahwa subsidi Pertronas jauh lebih besar, dibandingkan dengan subsidi Pertamina.
"Untuk membuktikan pernyataan Dirut Pertamina tersebut, saya meluncur ke Malaysia dan terungkap fakta bahwa harga BBM di Malaysia jauh lebih murah dan subsidinya lebih kecil dari Perrtamina di Indonesia," katanya.
Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini menjelaskan bahwa Petronas masih sama dengan Pertamina yaitu menggantungkan BBM impor dari Negara Saudi Arabia, Brazil, Australia, Amerika, United Arab Emired (UAE).
Dengan demikian, katanya, pernyataan Menteri BUMN bahwa petronas memproduksi minyak sendiri tidak berdasarkan kajian yang tepat.
Pria yang akrab di sapa BHS itu menjelaskan sebagian besar harga gasoline oktan 95 dibeberapa negara penghasil minyak di dunia jauh lebih kecil dari harga gasoline oktan 95 yang ada di Indonesia, misalnya urutan 1 Venezuela harga 0,022 USD atau setara dengan Rp. 299,- dg jumlah penduduk 28 juta , urutan 2 Libai harga 0.031 USD setara dengan Rp. 463,-, urutan 3 Iran 0,053 USD setara dengan Rp. 792,- , Urutan 9 Malaysia 0,46 USD setara dengan Rp. 6.881, urutan 10 Irak 0,51 USD setara dengan 7.690.
Berdasarkan data https://www.globalpetrolprices.com/gasoline_prices, kata penerima penghargaan anggota DPR-RI teraspiratif periode 2014-2019 ini, di negara bukan penghasil minyak, harga BBM banyak yang lebih murah dari Indonesia, misalnya urutan ke 36 Taiwan 1,028 USD setara dengan 15.378, urutan 37 Burma 1,039 USD setara dengan Rp15.540, urutan 40 Maldive 1,071 USD setara dengan 16.022, urutan 45 Vietnam 1,121 USD setara dengan 16.770, urutan 50 adalah Indonesia 1,167 USD setara dengan Rp. 17.540 berarti ada 49 negara yang menjual bahan bakar oktan 95 lebih murah dari Indonesia.
Baca Juga: Pertamina Diminta Kendalikan Volume BBM Subsidi, Menkeu: Agar APBN Tak Terganggu
"Jadi, tidak benar kalau ada yang mengatakan harga BBM yang ada di Indonesia adalah yang termurah di Dunia, padahal Indonesia termasuk penghasil minyak dan gas yang sumur minyaknya terbanyak dan terbesar di Asia Tenggara," ucapnya.
Lucunya lagi , sambung BHS, Staf Khusus Menteri BUMN yang mengatakan harga BBM di Malaysia lebih murah dari Indonesia karena jumlah penduduknya lebih sedikit dari Indonesia, inipun tidak berdasar kajian dan data yang benar.
"Sebagai misal Singapura yang mempunyai penduduk 5,6 juta yang jauh lebih kecil dari penduduk Indonesia maupun penduduk Malaysia yang jumlahnya 33,37juta, harga BBM Singapura oktan 95 adalah 2,022 USD setara dengan Rp.30.200,- yang tentu jauh lebih mahal dari harga di Indonesia maupun di Malaysia, sehingga tingginya harga BBM di suatu negara tidak ada korelasinya dengan jumlah penduduk tetapi sangat berhubungan dengan kemampuan daya beli masyarakat," kata BHS.
Lebih lanjut anggota Dewan Pakar Partai Gerindra ini mengatakan, di Singapura walau harga BBM adalah dua kali lipat lebih tinggi dari Indonesia tetapi UMR-nya juga tinggi yakni sebesar 5.000 SGD setara dengan 53 juta. Sedangkan di Indonesia, UMR berkisar Rp2 -Rp 4,7 juta rupiah. Bahkan masih ada wilayah yang mempunyai UMR dibawah Rp2 juta rupiah seperti Sragen Rp1.839.000, Banjarnegara Rp1.819.000, dan lain lain. "Mayoritas 90% UMR wilayah di Indonesia di bawah Rp3 juta," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya menerapkan tarif harga BBM yang realistis sesuai dengan harga beli impor seperti halnya di Malaysia dan baru subsidinya disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat Indonesia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
-
Pundit Belanda: Patrick Kluivert, Alex Pastoor Cs Gagal Total
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
Terkini
-
Drama Saham DADA: Dari Terbang 1500 Persen ke ARB Berjamaah, Apa Penyebabnya?
-
Emiten Afiliasi Haji Isam PGUN Buka Suara Soal Lahan Sawit
-
Resmi! Pansel Dewas dan Direksi BPJS 2026-2031 Dibentuk, Seleksi Dimulai Pekan Ini
-
Menko Airlangga Bongkar Alasan Cabut PIK 2 dari Daftar PSN Prabowo
-
Telkom Dukung Kemnaker Siapkan Program Pemagangan bagi Lulusan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Menkeu Purbaya soal Perang Dagang AS-China: Biar Aja Mereka Berantem, Kita Untung!
-
Dikritik 'Cawe-Cawe' Bank BUMN, Menkeu Purbaya: Saya Dewas Danantara!
-
Jurus Kilang Pertamina Internasional Hadapi Tantangan Ketahanan Energi
-
IFG Catat Pengguna Platform Digital Tembus 300 Ribu Pengguna