Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima laporan 10 debitur besar dari Bank Buku III dan IV. Berdasarkan laporan per Juni 2022, ada 100 debitur dengan total Rp1.065 triliun yang masuk taksonomi hijau.
Pengawas Eksekutif Senior Otoritas Jasa Keuangan Uli Agustina mengatakan, dari jumlah tersebut sekitar Rp 294 triliun sudah masuk kategori hijau. Uli mengatakan, laporan ini merupakan pilot project yang diterapkan OJK dalam rangka mengecek portfolio keuangan hijau perbankan.
“Suatu hal yang bagus dari laporan tersebut, ternyata 20-30 persen sudah masuk kategori hijau. Ini masih taksonomi hijau 1.0 atau tahapan pertama, tahapan ke depan dengan adanya berbagai masukan dari pelaku usaha dan debitur, OJK akan kembangkan secara berkelanjutan sehingga bisa menyasar sektor yang lebih banyak lagi,” kata Uli dalam webinar Katadata SAFE 2022.
Uli menambahkan, OJK akan melanjutkan pilot project dengan 100 debitur menjadi 340 debitur pada 2023. Selain itu, OJK juga mengembangkan sistem pelaporan online yaitu apolo. Sistem ini adalah pengumpulan informasi yang dilakukan OJK untuk mempermudah pengawasan.
“Pembiayaan proyek hijau memerlukan modal besar dan juga pengembalian yang lama sehingga perbankan kadang sangat memikirkan risiko dan juga mitigasi risiko. Karena perbankan itu kan Lembaga intermediary dengan dana dari masyarakat sehingga selalu mempertimbangkan risiko. OJK mendoromg perbankan agar terus meningkatkan pembiayaan di sektor keuangan hijau,” jelas Uli.
Bank DBS juga memberikan perhatian lebih untuk isu keberlanjutan. Chief Sustainability Officer DBS Group, Helge Muenkel mengatakan, Bank DBS akan memublikasi laporan dalam waktu dekat kepada publik tentang upaya yang dilakukan Bank DBS untuk mencapai komitmen emisi nol.
“DBS tidak hanya fokus pada perubahan iklim tapi juga ke hal lain terkait sustainability. Kami melakukan kolaborasi dengan klien contohnya memberitahu klien bahwa bisnisnya belum menerapkan net zero. Kami juga mengupayakan agar klien kami ikut menerapkan praktik yang sustainable,” kata Helge.
Helge Muenkel memandang, Bank DBS hadir untuk menghadapi menghadapi berbagai tantangan keberlanjutan iklim. DBS telah mengembangkan pendekatan komprehensif untuk berkelanjutan di tiga pilar.
Pilar pertama yakni pendekatan perbankan yang bertangungjawab. DBS mendukung klien agar mereka bisa lebih mengutamakan ekonomi berkelanjutan dalam setiap proyeknya.
Baca Juga: Aktif Akuisisi Nasabah Pelajar, BNI Raih 2 Penghargaan OJK
Karena salah satu komitmen DBS adalah mendukung dunia untuk bisa bebas dari emisi pada tahun 2050. Salah satu bentuk dukungan yang DBS lakukan adalah dengan menyediakan pembiayaan dan peminjaman yang berkelanjutan.
"Kami ingin mencapai net zero emission pada tahun 2050," kata Helge.
Pilar kedua adalah, DBS mengendepankan praktik bisnis yang bertanggungjawab. DBS bekerja sebagai organisasi ingin meliputi inklusi keragaman dan anti-diskriminasi. Dari segi lingkungan, DBS juga ingin menjadikan net zero emission ke dalam salah satu fokus.
Pilar ketiga yaitu, DBS ingin memberikan dampak positif sebagai salah satu perbankan yang ada di dunia. DBS mendukung segala bentuk usaha yang berkaitan dengan sosial.
Namun demikian, lanjut Helge, dunia sangat kompleks, banyak tantangan yang berkaitan dengan keberlanjutan.
"Sebagai konsekuensi, kita tidak bisa hanya fokus kepada iklim karena ada tantangan keberlanjutan lain yang kita harus pastikan pertumbuhannya agar bisa inklusif dan adil. Kalau kita hanya fokus kepada iklim, sepertinya tidak bisa," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Harga Emas Melejit di 2026, Masih Relevan untuk Investasi?
-
Asuransi Sinar Mas Bayarkan Klaim Kendaraan Rp1,07 Miliar Korban Banjir Sumut
-
SMGR Raih Skor 94,79 dari Keterbukaan Informasi
-
Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?
-
Pati Singkong Bisa Jadi Solusi Penumpukan Sampah di TPA
-
BRI Terus Salurkan Bantuan Bencana di Sumatra, Jangkau Lebih dari 70.000 Masyarakat Terdampak
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian NRB Lewat Sinergi Pusat dan Daerah
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana Senin Depan, Selesaikan 4 Aduan Bisnis