Suara.com - Harga minyak dunia berakhir lebih tinggi pada perdagangan hari Rabu, setelah sesi perdagangan yang bergejolak di tengah kekhawatiran bahwa Amerika Serikat tidak akan mempertimbangkan konsesi tambahan untuk Iran dalam menanggapi rancangan perjanjian kesepakatan nuklir Teheran.
Iran mengatakan menerima tanggapan dari Amerika Serikat terhadap teks "final" Uni Eropa untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara besar.
Mengutip CNBC, Kamis (25/8/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak USD1,00 menjadi USD101,22 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, melambung USD1,15 menjadi USD94,89 per barel. Kedua tolok ukur itu merosot lebih dari USD1 di awal sesi.
Minyak juga didukung setelah Arab Saudi, Minggu, menyebutkan bahwa Organisasi Negara Eksportir Minyak dapat mempertimbangkan untuk memangkas output, meski sinyal ekonomi yang bearish dari petinggi bank sentral dan penurunan ekuitas membebani.
Kedua kontrak patokan minyak mentah itu menyentuh level tertinggi tiga minggu sebelumnya pada Rabu setelah menteri energi Saudi menandai kemungkinan pemotongan produksi.
Seorang pejabat Amerika, Senin, mengatakan bahwa Iran membatalkan beberapa tuntutan utamanya dalam negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan guna mengendalikan program nuklir Teheran.
OPEC Plus memproduksi 2,9 juta barel per hari kurang dari targetnya, kata narasumber, memperumit keputusan pemotongan atau bagaimana menghitung baseline- nya untuk pengurangan produksi.
"Prospek harga dan pasokan minyak menunjukkan pemotongan OPEC Plus saat ini tidak dijamin," kata analis PVM, Stephen Brennock.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melesat 4 Persen Imbas Rencana OPEC Plus Kurangi Produksi
"Pasokan minyak global bisa terpukul saat puncak musim badai Amerika mendekat. Di tempat lainnya, gangguan pasokan Libya di masa mendatang tidak dapat diabaikan sementara kekayaan minyak Nigeria menunjukkan sedikit tanda membaik." Tambahnya.
Sebelumnya pada sesi tersebut, harga minyak turun setelah data pemerintah AS menunjukkan permintaan bensin yang lesu, yang menandakan perlambatan signifikan dalam kegiatan ekonomi.
Data permintaan bensin menunjukkan rata-rata empat minggu produk bensin harian terpasok 7 persen di bawah periode tahun sebelumnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Pertamina Proyeksikan Laba Rp 54 T di 2025, Kontribusi ke Negara Tembus Rp 262 T
-
Menko Airlangga Rayu AS dengan Tawaran Jual Beli Energi Senilai USD19,5 Miliar
-
Industri Kreatif Indonesia Miliki Potensi Besar, Jakarta IP Market 2025 Siap Digelar
-
Kemenkeu Rekrut 4.350 CPNS Setiap Tahun Hingga 2029, Total 19.500 Pegawai Baru
-
TPIA Kucurkan Rp12,53 Triliun untuk Akusisi SPBU ExxonMobil
-
Pengusaha Biro Umrah dan Haji Ramai-ramai Dipanggil KPK Hari Ini, Ada Apa?
-
CPNS Kemenkeu 2026 Tidak Dibuka untuk Sarjana Non-kedinasan: Hanya Lulusan SMA
-
Kronologi Kader PKB Sebut MBG Tidak Perlu Ahli Gizi, Cukup Lulusan SMA
-
OJK Awasi Ketat Penyalahgunaan Barang Jaminan di Bisnis Gadai
-
Prediksi Jadwal dan Formasi CPNS 2026: Formasi, Seleksi Administrasi dan Ujian