Suara.com - Pemerintah harus fokus pada upaya penghapusan semua mata anggaran yang sama sekali tidak berkontribusi pada pengurangan beban pengeluaran masyarakat.
Salah satunya, pos pembayaran subsidi bunga obligasi Rekapitatalisasi eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Langkah ini penting demi menyelamatkan keuangan negara atau APBN ditengah kondisi ekonomi saat ini sangat sulit.
Penegasan ini disampaikan Staf Ahli Pansus BLBI DPD RI, Hardjuno Wiwoho di Jakarta.
“Sejak 20 tahun terakhir, saya turun ke jalan meriakan agar pemerintah menghapus pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI ini. Ini anggaran yang tidak produktif dan membebani APBN kita,” tegasnya.
Sayangnya, desakan menghapus pembayaran bunga Obligasi Rekap BLBI tidak digubris.
Padahal, pembayaran bunga obligasi ini membuat APBN tidak sehat.
“Saya tegaskan lagi, ini peringatan bagi anggaran kita. Kalau uang rakyat ini terus dipakai untuk hal-hal yang tidak penting maka APBN kita jebol dan ini menjadi ancaman bagi masa depan anak cucu bangsa ini,” terangnya.
Hardjuno mengaku tidak iklas jika uang pajak rakyat terus dibiarkan membayar beban subsidi bunga obligasi rekap sampai 2043.
Baca Juga: Satgas BLBI Diminta Segera Tagih Dana BLBI Rp110,4 Triliun
Kebijakan ini jelas sangat tidak adil dan melukai rasa keadilan rakyat. Apalagi, angkanya bernilai total Rp 4.000 triliun.
“Karena itu, alangkah baiknya, dana yang sangat besar itu dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ini jauh lebih bermanfaat ketimbang dihambur-hamburkan untuk hal yang tidak penting,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Hardjuno menegaskan dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, efisiensi anggaran adalah salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah.
Termasuk menghapus alokasi pembayaran bunga obligasi rekap yang selama ini digelontorkan pemerintah dalam APBN.
Hardjuno menyakini, pembayaran bunga obligasi rekap ini akan terus menjadi beban APBN ke depan.
Khususnya jika pemerintah tidak mengambil kebijakan menghapus pembayaran bunga obligasi rekap BLBI.
Situasi ini menjadi ancaman serius bagi APBN dimasa yang akan datang.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Prabowo Kirim Surat ke Eks Menteri Termasuk Sri Mulyani, Ini Isinya...
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
Kuota Impor, SPBU Swasta, dan Konsistensi Kebijakan
-
Pekerjaan M. Qodari Sebelum Jabat KSP, Hartanya Tembus Rp 260 Miliar
-
Kabar Gembira untuk UMKM! Pajak Final 0,5 Persen Diperpanjang Hingga 2029, Beban Usaha Makin Ringan!
-
Bos BI Senang Pemerintah Guyur Dana Rp 200 Triliun ke Bank, Likuiditas Luber
-
Penyaluran Kredit Meski Gacor Demi Pertumbuhan Ekonomi Konsisten di 5 Persen
-
Bos Danantara Bakal Guyur Lagi KUR Perumahan Hingga Rp 250 Triliun
-
Bukan Reshuffle Kabinet, Ini Pendorong IHSG Bisa Tembus Level 8.000
-
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Raih 63 Penghargaan di Ajang ENSIA 2025
-
Rosan Roeslani Disebut Bakal Jadi Menteri BUMN, Dilebur dengan Danantara?
-
Salah Paham Produk Vape Bikin Industri Tembakau Alternatif Terancam