Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimis APBN yang menjadi instrumen fiskal bisa menjadi bantalan untuk menghadapi potensi perlambatan ekonomi pada 2023.
Hal ini lantaran menurut dia, pemerintah bersama DPR telah membuat APBN 2023 untuk menghindari risiko dari pasar yang sangat tidak pasti akibat konflik geopolitik dan tekanan inflasi.
"Pengalaman selama pandemi, DPR bersama dengan pemerintah telah membuat APBN menjadi fleksibel dan responsif," kata Sri Mulyani saat ditemui di sela Pertemuan IMF-WB di Washington DC, AS, Selasa (11/10/2022) waktu setempat.
Ia mengatakan, kehadiran APBN dengan defisit anggaran yang kembali di bawah tiga persen PDB tersebut dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional pascapandemi, sehingga berpotensi menjadi penguat sektor konsumsi maupun investasi.
"Menarik capital inflow bisa menimbulkan dampak yang menetralisir dampak outflow yang disebabkan kenaikan suku bunga The Fed," kata Menkeu.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru, IMF memperkirakan perekonomian global berada pada kisaran 3,2 persen pada 2022, dan melambat hingga 2,7 persen di 2023, atau menurun 0,2 persen dibandingkan outlook pada Juli 2022.
Economic Counsellor IMF Pierre-Olivier Gourinchas menjelaskan sebagian besar negara mengalami kontraksi hingga tahun depan dengan negara perekonomian terbesar seperti AS, Uni Eropa, dan China akan melanjutkan tren perlambatan.
"Terdapat tiga tantangan yang mempengaruhi perlambatan, konflik di Ukraina, tekanan inflasi, dan pelemahan ekonomi di China," kata Pierre-Olivier Gourinchas dalam jumpa pers World Economic Outlook (WEO) di Washington DC.
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menilai ketahanan ekonomi Indonesia saat ini masih baik dan kinerja pertumbuhan berada di jalur yang benar, meski IMF menurunkan proyeksi global dalam laporan terbaru.
Baca Juga: Ancaman Resesi di Depan Mata, Apa yang Akan Terjadi Dengan Indonesia?
Penyebabnya antara lain ekspor komoditas yang masih menjadi primadona serta adanya penguatan industri hilirisasi atau olahan barang hasil mineral yang berorientasi ekspor.
"Kita punya nikel, tembaga atau copper yang dulu tidak boleh ekspor karena harus melalui smelter dulu, sekarang kita sudah dapat hasilnya, dan harganya mencapai 10 kali lipat," kata Dody.
Berita Terkait
-
Krisis Saat Ini Magnitude-nya Lebih Besar Dibanding Krisis Ekonomi 98
-
Indonesia Waspada, Jokowi Beberkan Antrian 28 Negara Menjadi Pasien Hutang IMF
-
28 Negara Jadi Pasien IMF, Menko Airlangga: Lebih Besar dari Krisis 1998
-
Jokowi: 66 Negara Rentan Kolaps, 82 Negara Lain Menderita Krisis Pangan
-
Ancaman Resesi di Depan Mata, Apa yang Akan Terjadi Dengan Indonesia?
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025