Suara.com - Harga minyak dunia turun lebih dari USD2 per barel pada akhir pekan lalu. Minyak berada di jalur penurunan mingguan kedua, karena kekhawatiran tentang melemahnya permintaan di China dan kenaikan lebih lanjut suku bunga AS.
Mengutip CNBC, Senin (21/11/2022) minyak mentah Brent turun USD2,82, atau 3,1 persen, menjadi USD86,96 per barel setelah menyentuh level terendah sejak 28 September di USS85,80.
Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USS2,63, atau 3,2 persen menjadi USD79,01.
Kedua tolok ukur tersebut menuju kerugian mingguan kedua, dengan Brent di jalur penurunan sekitar 9 persen dan WTI menuju penurunan 10,5 persen.
Sebagai bagian dari kekalahan tersebut, struktur pasar dari kedua tolok ukur minyak bergeser dengan cara yang mencerminkan berkurangnya kekhawatiran pasokan.
Minyak mentah mendekati rekor tertinggi awal tahun ini karena invasi Rusia ke Ukraina menambah kekhawatiran tersebut.
Selain itu, kontrak berjangka bulan depan melonjak ke premi yang sangat besar dibandingkan kontrak yang jatuh tempo, sebuah sinyal bahwa orang khawatir tentang ketersediaan minyak segera dan bersedia membayar mahal untuk mengamankan pasokan.
Kekhawatiran pasokan itu memudar. Kontrak WTI saat ini sekarang diperdagangkan dengan diskon untuk bulan kedua, struktur yang dikenal sebagai contango, untuk pertama kalinya sejak 2021, menurut data Refinitiv Eikon.
Kondisi ini juga akan menguntungkan mereka yang ingin menyimpan lebih banyak minyak di persediaan untuk nanti, terutama dengan stok yang masih rendah.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Anjlok Tersengat Ledakan Kasus Covid-19 di China
"Semakin dalam contango, semakin besar kemungkinan pasar akan menyimpan barel tersebut," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.
Brent masih dalam struktur yang berlawanan, mundur, meskipun premi Brent terdekat dalam enam bulan turun serendah USD3 per barel, terendah sejak April.
China, yang menurut sumber ingin memperlambat impor minyak mentah dari beberapa eksportir, telah mengalami peningkatan kasus COVID-19 sementara harapan untuk kenaikan suku bunga AS yang tidak terlalu agresif telah dipatahkan oleh pernyataan dari beberapa pejabat Federal Reserve minggu ini.
"Situasi di China dengan COVID terus menghantui pasar ini," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
Terkini
-
Kekayaan Ridwan Kamil dan Atalia Praratya yang Dikabarkan Cerai
-
Merger BUMN Karya Tuntas Awal 2026, BP BUMN Ungkap Update Terkini
-
Target Harga BUMI di Tengah Aksi Jual Saham Jelang Tahun Baru
-
HET Beras Mau Dihapus
-
Dana Jaminan Reklamasi 2025 Tembus Rp35 Triliun, Syarat Wajib Sebelum Operasi!
-
Harga Beras Bakal Makin Murah, Stoknya Melimpah di 2026
-
DJP Blokir 33 Rekening Bank hingga Sita Tanah 10 Hektare ke Konglomerat Penunggak Pajak
-
Emiten TRON Perkuat Bisnis Kendaraan Listrik, Jajaki Pengadaan 2.000 Unit EV
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
DJP Kemenkeu Kantongi Rp 3,6 Triliun dari Konglomerat Penunggak Pajak