Suara.com - Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada bulan April 2023 mengalami penurunan menjadi 403,1 miliar dolar AS dari 403,3 miliar dolar AS pada akhir Maret 2023.
Dengan demikian, pertumbuhan ULN Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 1,3 persen (year-on-year/yoy), melanjutkan kontraksi sebesar 1,8 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Dalam pernyataan resmi di Jakarta pada hari ini, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, menyampaikan bahwa kontraksi pertumbuhan ULN ini terutama disebabkan oleh penurunan ULN sektor swasta.
Sementara itu, ULN pemerintah tetap terkendali, dengan jumlah sebesar 194,1 miliar dolar AS, relatif stabil dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yang sebesar 194 miliar dolar AS. Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar 1,8 persen (yoy) setelah mengalami kontraksi sebesar 1,1 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Perkembangan ULN ini dipengaruhi oleh investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang terus meningkat, seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga.
Penarikan ULN pemerintah pada bulan April 2023 masih difokuskan pada mendukung pembiayaan sektor produktif dan prioritas, terutama untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Erwin menyatakan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk mengelola ULN dengan hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu. Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 24,1 persen dari total ULN pemerintah, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,9 persen, jasa pendidikan sebesar 16,8 persen, konstruksi sebesar 14,3 persen, serta jasa keuangan dan asuransi sebesar 10,2 persen.
Posisi ULN pemerintah dianggap relatif aman dan terkendali karena sebagian besar ULN memiliki tenor jangka panjang, mencakup 99,9 persen dari total ULN pemerintah.
Sementara itu, posisi ULN swasta pada akhir April 2023 mencapai 199,6 miliar dolar AS, mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 199,9 miliar dolar AS. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi sebesar 4,5 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi sebesar 2,8 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: Tahun Politik, Bos BI Yakin Nilai Tukar Rupiah Makin Perkasa
Pertumbuhan ULN perusahaan non-keuangan dan lembaga keuangan masing-masing mengalami kontraksi sebesar 4,7 persen (yoy) dan 3,9 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi bulan sebelumnya yang masing-masing mencapai 2,8 persen (yoy) dan 3 persen (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor jasa keuangan dan asuransi, industri pengolahan, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, serta sektor pertambangan dan penggalian, merupakan penyumbang utama ULN swasta dengan pangsa mencapai 78 persen dari total ULN swasta. ULN swasta juga didominasi oleh ULN jangka panjang, dengan pangsa mencapai 75,5 persen dari total ULN swasta.
Dengan perkembangan ini, Erwin menyatakan bahwa struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini terlihat dari dominasi ULN jangka panjang, yang mencapai 87,6 persen dari total ULN.
Selain itu, ULN Indonesia pada bulan April 2023 tetap terkendali, sebagaimana tercermin dari penurunan rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 29,8 persen dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya yang sebesar 30,1 persen.
Untuk menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian.
Berita Terkait
-
Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.000 Triliun Lebih
-
Meski Turun, Utang Luar Negeri Indonesia Tercatat USD 403,1 Miliar Pada April 2023
-
Bank Indonesia Jadi Regulator Makroekonomi Terbaik di Asia Pasifik
-
Buat Bayar Utang Pemerintah, Cadangan Devisa Akhir Mei Turun Jadi USD 139,3 Miliar
-
Tahun Politik, Bos BI Yakin Nilai Tukar Rupiah Makin Perkasa
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Air Minum Bersih untuk Semua: Menjawab Tantangan dan Menangkap Peluang Lewat Waralaba Inklusif
-
Airlangga: Stimulus Ekonomi Baru Diumumkan Oktober, Untuk Dongkrak Daya Beli
-
Berdasar Survei Litbang Kompas, 71,5 Persen Publik Puas dengan Kinerja Kementan
-
Belajar Kasus Mahar 3 M Kakek Tarman Pacitan, Ini Cara Mengetahui Cek Bank Asli atau Palsu
-
BPJS Ketenagakerjaan Dukung Penguatan Ekosistem Pekerja Kreatif di Konferensi Musik Indonesia 2025
-
Kementerian ESDM Akan Putuskan Sanksi Freeport Setelah Audit Rampung
-
Indonesia Tambah Kepemilikan Saham Freeport, Bayar atau Gratis?
-
Kripto Bisa Sumbang Rp 260 Triliun ke PDB RI, Ini Syaratnya
-
Duta Intidaya (DAYA) Genjot Penjualan Online di Tanggal Kembar
-
4 Fakta Penting Aksi BUMI Akuisisi Tambang Australia Senilai Rp 698 Miliar