Suara.com - Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini berakhir menguat di level Rp15.154 per dolar AS. Mata uang Garuda menguat 0,33 persen dari perdagangan sebelumnya.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah ke posisi Rp15.162 per dolar AS pada perdagangan sore ini.
Sementara berdasarkan data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup di posisi Rp15.135 per dolar AS atau dengan kata lain menguat 0,36 persen. Penguatan ini menjadi angin segar di tengah gempuran berita negatif yang menggempur rupiah selama 4 hari berturut-turut.
Pengamat pasar uang dan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan ada sejumlah faktor eksternal pendorong rupiah. Dolar ASi diperdagangkan melemah pada hari Selasa meskipun diperdagangkan dalam kisaran ketat menjelang laporan inflasi utama AS.
Beberapa pejabat Fed mengatakan pada hari Senin bahwa bank sentral kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi tetapi akhir dari siklus pengetatan kebijakan moneter saat ini semakin dekat.
Pengamat pasar uang dan Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan ada sejumlah faktor eksternal pendorong rupiah. Dolar AS diperdagangkan melemah pada hari Selasa meskipun diperdagangkan dalam kisaran ketat menjelang laporan inflasi utama AS.
Beberapa pejabat Fed mengatakan pada hari Senin bahwa bank sentral kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi tetapi akhir dari siklus pengetatan kebijakan moneter saat ini semakin dekat.
"Pasar sekarang memusatkan perhatian mereka pada data inflasi AS yang akan dirilis pada hari Rabu, yang akan memberikan kejelasan lebih lanjut tentang kemajuan yang telah dibuat Fed dalam perjuangannya melawan harga konsumen yang sangat tinggi," kata Ibrahim dalam analisanya.
Sebuah survei dari Federal Reserve New York pada hari Senin menunjukkan memudarnya ekspektasi inflasi jangka pendek di antara orang Amerika, yang mengatakan bulan lalu mereka mengharapkan kenaikan inflasi jangka pendek terlemah hanya dalam waktu dua tahun.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Nasib Rupiah Tahun Ini Tak Mujur
Data pada hari Senin menunjukkan bahwa China berada di ambang deflasi konsumen, di tengah kondisi ekonomi yang memburuk di negara tersebut. Namun hal ini juga meningkatkan ekspektasi bahwa pemerintah akan meluncurkan lebih banyak langkah pengeluaran darurat untuk menopang pertumbuhan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Sepatu New Balance yang Diskon 50% di Foot Locker Sambut Akhir Tahun
Pilihan
-
In This Economy: Banyolan Gen Z Hadapi Anomali Biaya Hidup di Sepanjang 2025
-
Ramalan Menkeu Purbaya soal IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun Gagal Total
-
Tor Monitor! Ini Daftar Saham IPO Paling Gacor di 2025
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
Terkini
-
Grab Indonesia 2025: Ketika Platform Digital Menjadi Bantalan Sosial dan Mesin Pertumbuhan Ekonomi
-
Purbaya Ungkap Peluang Gaji PNS Naik Tahun Depan, Ini Bocorannya
-
ESDM Terus Kejar Target Produksi Minyak Tembus 900 Ribu Barel per Hari
-
Harga Cabai Tak Kunjung Turun Masih Rp 70.000 per Kg, Apa Penyebabnya?
-
Pasokan Energi Aman, Pembangkit Listrik Beroperasi Tanpa Kendala Selama Nataru
-
Bahlil Tegaskan Perang Total Lawan Mafia Tambang
-
Petani Soroti Kebijakan Biodiesel Justru Bisa Rusak Ekosistem Kelapa Sawit
-
Dirayu Menperin soal Insentif Mobil Listrik 2026, Ini Jawaban Purbaya
-
Jelang Tahun Baru, Purbaya: Saya Pikir Menkeu Sudah Tenang 31 Desember
-
Sejarah! Produksi Sumur Minyak Rakyat Dibeli Pertamina di Jambi