Suara.com - Bagi Anda pecinta layanan jasa titip atau jastip pembelian barang dari luar negeri ke depan akan tidak bebas. Pasalnya, pemerintah akan mengatur ketat layanan jastip dari luar negeri.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Isy Karim menjelaskan, layanan jastip telah masuk pembahasan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat menteri di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pada Selasa (31/10), tentang pengetatan impor.
"Jastip kan sekarang sedang dipelototin. Dengan PMK 96 (Peraturan Menteri Keuangan 96/2023) itu, kan di dalamnya pemerintah, Pak Presiden juga mengarahkan untuk melakukan istilahnya apa ya pengetatan arus impor," ujar Isy seperti dikutip dari ANTARA di Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Isy menuturkan, pemerintah ke depan akan mengatur berapa jumlah barang yang boleh dibawa WNI ketika masuk ke dalam negeri.
Kemudian, jumlah pengiriman yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dari luar negeri juga akan kembali diatur.
"Nanti ada pengaturan untuk kita yang di luar negeri, PMI (pekerja migran Indonesia) akan diberikan satu tahun itu berapa frekuensinya boleh bawa barang. Termasuk juga diatur, orang kita yang di luar negeri dalam satu tahun boleh mengirim berapa kali," jelas Isy.
Menurut dia, langkah pengaturan layanan Jastip ini demi memperketat arus impor yang mengganggu pelaku UMKM.
Layanan jastip saat ini begitu marak melalui sosial media, di mana penjual menjadi perantara untuk membeli produk-produk yang sulit dijangkau oleh pembeli, khususnya yang berasal dari luar negeri.
Pembeli hanya perlu menunjuk barang yang diinginkan mulai dari sepatu, tas, aksesoris hingga makanan dan membayar dengan harga yang ditetapkan oleh pelaku jastip. Biasanya, harga yang diberikan sudah termasuk dengan komisi atau uang jasa.
Kementerian Keuangan saat ini mengatur jumlah barang pribadi penumpang yang dibebaskan bea masuk sebesar 500 dolar AS per orang. Apabila nilainya melebihi angka tersebut, maka akan dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dengan rincian, BM 10 persen (flat), PPN 11 persen dan PPh 0,5-10 persen (jika punya NPWP) atau 1-20 persen (jika tidak punya NPWP).
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
Terkini
-
Dukung FLOII Expo 2025, BRI Dorong Ekosistem Hortikultura Indonesia ke Pasar Global
-
Cara Cek Status Penerima Bansos PKH dan BPNT via HP, Semua Jadi Transparan
-
Puluhan Ribu Lulusan SMA/SMK Jadi Penggerak Ekonomi Wong Cilik Lewat PNM
-
Gaji Pensiunan PNS 2025: Berapa dan Bagaimana Cara Mencairkan
-
Inovasi Keuangan Berkelanjutan PNM Mendapatkan Apresiasi Berharga
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
-
Ekonom Bongkar Strategi Perang Harga China, Rupanya Karena Upah Buruh Murah dan Dumping
-
Sosok Rahmad Pribadi: Dari Harvard Hingga Kini Bos Pupuk Indonesia
-
Laba SIG Tembus Rp114 Miliar di Tengah Lesunya Pasar Domestik
-
Sepekan, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1 Triliun