Suara.com - Ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 tidak akan melampaui capaian tahun 2024.
Proyeksi ini muncul di tengah kekhawatiran akan dampak kebijakan fiskal, seperti kenaikan PPN menjadi 12 persen dan penyesuaian cukai, yang diperkirakan akan menekan daya beli masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Direktur Eksekutif Center of Economic Reform (CORE) Indonesia Mohammad Faisal dalam acara diskusi bertajuk "Energi Baru dan Terbarukan (EBT): Pendorong atau Penghambat pertumbuhan Ekonomi" di Kantor Core Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
"Dengan melihat arah kebijakan saat ini, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan maksimal hanya 5 persen, bahkan bisa lebih rendah lagi di kisaran 4,8 persen," kata Faisal.
Menurut Faisal Angka ini jauh di bawah target pertumbuhan yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk mencapai target yang lebih tinggi, para Faisal berpendapat bahwa pemerintah perlu melakukan perubahan signifikan pada kebijakan fiskal yang berlaku saat ini.
"Agar pertumbuhan ekonomi dapat lebih bergairah, pemerintah harus berani melepaskan diri dari proyeksi konservatif dan mengambil langkah-langkah yang lebih berani," katanya.
Salah satu langkah yang disarankan adalah percepatan industrialisasi. Dengan mendorong sektor industri, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan produktivitas, dan mendorong ekspor.
Sebelumnya pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Namun, sejumlah barang dan jasa tetap dibebaskan dari PPN, sementara beberapa barang lain mendapatkan fasilitas diskon tarif.
"Sesuai jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen per 1 Januari 2025," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantornya, Senin (16/12/2024).
Baca Juga: Tanpa Industrialisasi Target Pertumbuhan 8 Persen Prabowo Dianggap Mustahil Tercapai
Barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, telur, ikan, dan susu termasuk dalam kelompok yang dibebaskan dari PPN. Kemudian, kesehatan, keuangan, tenaga kerja, asuransi, dan air. Sementara itu, tepung terigu dan minyak goreng hanya akan dikenakan PPN sebesar 1 persen.
"Jadi, tidak naik ke 12 persen, 1 persen ditanggung pemerintah" jelas Airlangga.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Program MBG: Bukan Pemicu Inflasi, Justru Jadi Mesin Ekonomi Rakyat
-
Pertamina Bawa Pulang Minyak Mentah Hasil Ngebor di Aljazair
-
OJK Beberkan Update Kasus Gagal Bayar P2P Akseleran
-
Relokasi Rampung, PLTG Tanjung Selor Berkapasitas 20 Mw Mulai Beroperasi
-
Pusing! Pedagang Lapor Harga Pangan Melonjak di Nataru, Cabai Rawit Tembus Rp 80.000/Kg
-
Support Pembiayaan, BSI Dukung Program Makan Bergizi Gratis
-
Apresiasi Ferry Irwandi, IKAPPI Usul Skema Distribusi Masif untuk Tekan Harga Pangan
-
Awas! Ada 4 Bakteri Berbahaya di Bawang Bombai Ilegal
-
Danantara Guyur Pinjaman Rp 2 Triliun ke BTN, Buat Apa?
-
Maknai Natal 2025, BRI Peduli Wujudkan Kepedulian Melalui Penyaluran Puluhan Ribu Paket Sembako